HASRAT
Barisan wajah kata-kata itu
Berlumur lumpur pekat.
Sebilah pedang pusaka menebas
Jemari-jemari biru milik pujangga.
“Aku telah kehilangan cahayaku
Pucuk jari-jariku telah putus.
Adakah kau punya lebih
Dan aku pinjamkan yang tengahnya.”
Pujangga itu masih tetap hijau
Ibu jarinya masih kilau
Bermahkota cincin putih kemilau.
Di pucuk-pucuk jemari itu,
Ia juga sibuk membasuh kaki dan kepala
Kata-katanya yang gulita.
TOPENG
Sebungkus kata-kata bijak
Dibajak habis-habisan.
Laci-laci puisi berseliweran
Dan kata kunci telah tenggelam
Dibawa kabur badai semalam.
Dan kami tak mengenal
Perempuan-perempuan muda
Bermuka dua, yang menguntit
Di balik ranjang malamku.
NOKTAH
Aku menggempur bibirmu dengan tenang
Sebelum malamku tiba datang menimang
Walaupun kabihatku kadang terbayang.
*Ritapiret, 10 Oktober 2015
ADOREMUS
Aku menyembah yang bertahkta
Di bawah kolong langit jingga.
Padamu kujulurkan lidah-lidah
Para pelancong bumi yang bermudik,
Kutepikan di pangkal telapak ibu jarimu
Seraya berkata seirama nadi bergetar.
Jika demikian, maka ibu jari adalah sumber kehidupan
Yang meresapi lidah-lidah lusuh.
Oh, Engkau yang berjari, aku melata
Dan memeluk jarimu tanpa berkata-kata.
*Ritpiret, Maret 2015
Febrianus Suhardi, lahir pada 14 Februari 1996 di Lenda, Kelurahan Golo Wangkung Utara, Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur. Ia menempuh pendidikan menengahnya di SMP-SM Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur dari tahun 2008-2014. Calon imam Keuskupan Ruteng ini sedang menempuh pendidikan filsafat di STFK Ledalero, Maumere. Kontak: [email protected]