Borong, Floresa.co – Orang miskin dilarang sakit. Kalimat satir ini mungkin tepat menggambarkan nasib Marselina Kurniawati (15 tahun).

Gadis remaja asal Kampung Golo Labang, Desa Watu Lanur, Kecamatan Poco Ranaka ini beberapa waktu lalu dikabarkan menderita penyakit tumor ganas pada bagian alat vitalnya sejak Januari 2015 lalu.

BACA juga : Gadis Kelas 2 SMP di Manggarai Timur Idap Tumor di Kelamin

Akibat tumor tersebut, Wati, demikian ia biasa disapa, tak bisa melanjutkan pendidikannya di SMP Katolik Santu Paulus Benteng Jawa. Ia tak bisa beraktifitas seperti layaknya remaja lainnya lagi.

Wati yang lahir dari keluarga miskin ini pun mengalami kesulitan untuk mendapatkan perawatan karena biaya pengobatan yang sangat mahal. Apalagi sang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga juga jatuh sakit. Matanya buta.

Wati memang sempat dirawat di Puskesmas Muring, Poco Ranaka yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Lalu, kemudian dirujuk ke RSUD Ruteng. Namun, dokter di Ruteng tak bisa menangani penyakitnya yang sudah ganas. Dokter pun merujuk untuk dirawat di Denpasar-Bali.

Tapi itu tidalah mudah bagi keluarga Wati. Untuk biaya di RSUD saja mereka sudah kewalahan, apalagi harus terbang jauh ke Denpasar.

Harapan pun ditujukan kepada pemerintah Kabupaten Manggarai Timur. Pada tanggal 30 Juni lalu, bertempat di RSUD Ruteng, mewakili pihak keluarga, Servas yang juga sepupu Wati, menemui para wartawan di Manggarai. Ia memohon bantuan untuk sama-sama mencari solusi atas penderitaan yang dialami Wati.

Alhasil, pada tanggal 1 Juli saat Hari Ulang Tahun Bayangkara (Polri), awak media di Ruteng berkomunikasi dengan Bupati Manggarai Timur Yosep Tote di Kantor Bupati Manggarai terkait pengobatan Wati.

“Masuk saja proposalnya ke bagian sosial, nanti ada dananya” kata Tote kepada sejumlah wartawan kala itu.

BACA Juga : Pemkab Matim Siap Bantu Siswi SMP Idap Tumor di Kelamin

Penyataan Tote saat itu memberi harapan baru bagi keluarga Wati yang sudah tidak sabar memberangkatkan anak kesayangan mereka ke Bali untuk dirawat di Rumah sakit Sanglah.

Mendengar kabar bahwa Pemkab siap membantu biaya operasi, pihak keluarga pun segera memberangkatkan Wati ke Bali. Maklum penyakitnya kian ganas.

Pada 2 Juli 2015, Wati pun diberangkatkan. Saat berangkat ke Bali, dia didampingi ibunya serta seorang anggota keluarga lain. Sementara pihak keluarga lainnya, bertanggung jawab mengurus semua perlengkapan administrasi sesuai permintaan Pemkab Matim.

Keberangkatan Wati bersama dua pendampingnya ke Bali menguras duit yang lumayan besar untuk ukuran keluarga mereka. Saat sampai di Bali pada 4 Juli 2015 sang pasien bersama kedua pendampingnya pun langsung menuju ke Rumah sakit Sanglah tempat dimana Wati akan dirawat.

Namun, di sisi lain, kabar pencarian dana untuk membiayai operasi semakin tidak pasti. Servas, sepupu Wati yang mengurus administrasi selalu dianjurkan oleh Pemkab Matim untuk tetap sabar dan tunggu padahal seluruh kelengkapan administrasi telah dipenuhi pihak keluarga.

Hampir sebulan berlalu, janji pemkab Matim tetap tinggal janji. Kepastian akan dicairkannya dana bantuan pun semakin tidak jelas. Pihak keluarga mulai cemas. Sementara kondisi Wati semakin memprihatinkan.

Karena tidak ada kejelasan terkait bantuan, pihak keluarga memutuskan Wati kembali lagi ke kampung. Pada 15 Agustus lalu, Wati kembali ke kampung halamannya.

Di tengah deraan tumor yang kian ganas, duka pun muncul. Ayah Wati, Damianus Jemarut meninggal dunia.

Kepergian sang Ayah pada 20 Agustus 2015 lalu bak menelan pil pahit bagi semua anggota keluarga.
Sang ayah yang lama menderita kebutaan ini meregang nyawa di kali Wae Wina di desanya di Watu Lanur.

Yohanes Marto, salah satu anggota keluarga yang ditanyai Floresa.co, Selasa (01/09) menuturkan, seminggu sebelum meninggal Damianus kelihatan sehat-sehat saja. Tapi ia acapkali meratapi kondisi kesehatan anaknya yang saat itu masih berada di Bali.

“Seminggu sebelum dia meninggal, kami lihat dia sehat-sehat saja tapi hampir setiap hari dia menangis karena ingat putri tunggalnya yang sedang dirawat di Bali” kisah Marto.

Kepergian sang tulang punggung keluarga menambah deretan kisah piluh keluarga tersebut. Belum lagi, tumor yang diderita Wati tak juga mendapat penanganan dari pihak medis.

Seminggu berlalu sejak kepergian sang ayah, kondisi Wati pun makin drop. Setelah melewati beberapa kali situasi kritis, tepat pukul 22. 00 Wita pada 31 Agustus 2015 kemarin, gadis manis itu pun dijemput sang maut. Wati telah tiada. Dia telah pergi untuk selamanya.

Kepergian gadis malang ini meninggalkan duka serta penyesalan bagi keluarga besarnya. Sampai saat Wati menghembuskan nafasnya, tak sesen pun bantuan dari Pemkab Matim yang telah mengumbar janji itu untuk menyelamatkan penyakit yang menderanya. Selamat Jalan Enu Wati, kebahagiaan kekal menantimu di rumah Bapa. (Elvis Yunani Ontas/PTD/Floresa)