Sebagai Incumbent, Gusti dan Maxi Digempur Kritikan

11939916_10206435771044733_430573980_o
Kelima paket cabup dan cawabup berpose bersama setelah deklarasi kampanye damai di Pantai Pede

Floresa.co-Menjadi calon incumbent, tidaklah gampang. Demikianlah langkah Agustinus Ch. Dulla dan Maximus Gasa dalam pemilukada Manggarai Barat. Sampai pada 9 Desember 2015, keduanya siap dihujani kritikan dari ketiga calon lain.

Deklarasi Pemilu Damai yang diselenggarakan KPUD Manggarai Barat di Pantai Pede pada Jumat siang (28/08/2015) sudah memberikan pertanda awal.

Sisi lemah pemerintahan selama lima tahun belakangan jadi sasaran empuk kritikan antara lain menyangkut infrastruktur, rumah sakit, air minum, birokrasi, dan ruang publik.

Orasi deklarasi damai dimulai oleh pasangan Gusti-Maria, paket nomor satu. Tak terlalu menguntungkan bagi Pasangan Gusti-Maria yang mendapat giliran pertama. Sebab selanjutnya, pemerintahan Gusti dicecar habis-habisan oleh pasangan yang lain seolah tanpa perlawanan apa-apa.

Dalam orasinya, Gusti tampak datar-datar saja. Ia menerangkan soal pemerintahan yang ramah. Birokrasi, kata dia, harus menjadi lebih ramah kepada masyarakat.

Ia sempat membuat jeda beberapa saat. Catatan orasi yang ia siapkan, entah terselip dimana. Dengan tersenyum lebar, ia kemudian berkata, “bila tupai melempar batu, semua kandidat tentulah baik, tetapi yang pasti, mari mencari nomor satu.”

Tak sedatar Gusti, Maria sedikit lebih berapi-api. Maria menegaskan keterwakilan perempuan dalam politik. Menurutnya, perwakilan perempuan dalam politik adalah fakta yang menggembirakan dalam dunia politik.

Usai giliran paket Gusti-Maria berbicara selama lima menit, tibalah giliran paket nomor dua yakni Tobias Wanus-Frans Sukmaniara. Mengenakan topi koboi, Tobias maju mendekati bibir panggung.

Berbeda dengan Gusti Maria yang berbicara hanya dari balik mimbar pidato bertuliskan “KPU”, Tobias bergerak lebih leluasa di atas panggung. Dalam balutan blazer biru, calon wakilnya Frans Sukmaniara bersiaga di samping.

Sambil tangan kirinya terancung ke depan ke arah para hadirin, ia berujar dengan tegas, “pasangan nomor dua tidak berawal dengan yel karena kami mau menjadi pemimpin yang tenang, cerdas, dan mau bekerja keras”.

Ucapannya itu lekas saja dihubungkan dengan Dulla. Gusti sebelumnya ketika memulai orasi, berkata, “Kita yel-yel dulu.”

Layaknya marah-marah, Tobias kemudian mulai mencecar satu per satu kelambatan pembangunan di Manggarai Barat selama beberapa tahun belakangan. Rumah sakit, alokasi anggaran, pengaturan birokrasi adalah sasarannya.

Menurutnya, ketiadaan rumah sakit adalah fakta yang menggelikan di Labuan Bajo. Sebagai kota parawisata, Rumah Sakit Umum seharusnya sudah ada.

“Manusia Manggarai Barat harus sehat. Hanya orang sehat yang bisa membangun daerah ini dengan baik. Karena itu,….rumah sakit umum daerah harus tuntas…Itu memalukan, daerah parawisata tapi rumah sakit umumnya tidak ada!”

Ia juga menandaskan, birokrasi harus mengedepankan asas profesionalisme. Tidak boleh berdasarkan asas balas jasa. Sementara soal pembagian anggaran, menurutnya, jangan berdasarkan asas sama rata. Sebaliknya perlu mempertimbangkan kebutuhan tiap daerah.

Wakilnya, Frans Sukmaniara tak kalah “sangar”-nya saat berorasi. “Jangan pernah pasrah dengan ketertinggalan yang ada yang sekarang ini. Mari kita maju untuk membuat Manggarai Barat menjadi lebih baik dari yang terburuk sekarang”

Dalam orasinya itu, hampir beberapa kali ia menekankan kata “terburuk” dan “terbelakang” sehubungan dengan kondisi kota Labuan Bajo sekarang ini.

“Cukup keterpurukkan yang ada sekarang ini! Cukup!” tegasnya lagi sebelum mengakhiri orasi.

Lelucon Ala Mateus Hamsi

Usai giliran Tobias-Sukmaniara, giliran paket Mabar yakni Mateus Hamsi-Paul Baut menguasai panggung. Gaya Mateus bikin suasana tegang menjadi cair.

Antara sengaja melucu atau tidak, Mateus benar-benar membuat gelak tawa. Bukan hanya massa yang hadir, para calon lain pun tak bisa menahan tawa saat Mateus berorasi.

Ia bicara blak-blakan. Nada bicaranya mendayu-dayu. Beberapa kata tertentu, ia ucap melandai dalam satu tarikan nafas panjang sembari badannya membungkuk dan bergerak laksana bandul dari kiri ke kanan ataupun arah sebaliknya.

Aksinya itu bikin para hadirin meledak dalam tawa, apalagi dalam satu kesempatan ribennya hampir saja terjatuh.

Ia misalnya berguyon, “orang sakit yang tidak mampu, kita bayar. Bawa keluar daerah, kita bayar. Kalau bawa ke Hongkong, biar kau mati saja!”

Orang-orang kontan meledak tertawa. Namun di balik itu, ia mengkritik tajam soal ketiadaan rumah sakit daerah di kota Labuan Bajo.

Meskipun sering menyelipkan humor, Mateus menegaskan pentingnya kedekatan rakyat dan pemerintah. “Di rumah jabatan bupati dan wakil, satpam tidak perlu. Pol pp tidak perlu. biarkan rakyat bebas datang.”

Ia juga menandaskan, pentingnya program berbasiskan kebutuhan rakyat, pendidikan gratis bagi yang tidak mampu, rumah sakit, air minum, kebersihan kota dan infrastruktur jalan raya.

Dalam penilaiannya, selama ini masih terjadi kepincangan pembangunan. Hal itu karena birokrasi belum berjalan profesional.

“Jangan asal tempatkan orang pada bukan bidangnya. Jangan! Jangan! Jangan!…Agar mampu mengarahkan progam yang betul-betul pro-rakyat. Jangan yang urus ikan, urus lagi pegawai negeri” kata mantan ketua DPRD Mabar selama tiga periode tersebut.

Sebelum mikrofon diserahkan kepada calon wakilnya, Paul Serak Baut, ia kembali berguyon, “Mungkin ada tambahan dari pak Wakil, suara saya sudah serak”.

Tertawa dari para hadirian kembali lepas. Maklum nama tengah dari wakilnya adalah Serak.

Paul Serak Baut hanya menegaskan pentingnya menjaga pemilu damai.

“Harapan dari paket Mabar, semua paket bersaudara, jangan karena pilkada ini, lewang tau ase kae” ujarnya.

Curahan Hati Maxi Gasa

Paket keempat adalah Maxi-Asis. Maxi adalah juga calon incumbent.

Maxi mempersilakan wakilnya Haji Asis, yang mengenakan peci untuk berbicara duluan. Ia berbicara berapi-api tentang penghormatan aneka perbedaan entah agama, budaya, bahasa, dan lain sebagainya.

Ketika tiba giliran Maxi Gasa, semua orang dibuatnya tersentak. “Di Pede ini saya akan mengubah sejarah. Pede ini adalah milik masyarakat Manggarai Barat. Pede adalah sejarah untuk kita. Paket Maxi-Asis akan mengembalikan-(nya). Pede adalah sejarah untuk kita.”

Selanjutnya, dalam banyak kesempatan orasinya, Maxi banyak mengkritik soal managemen birokrasi, pembangunan infrastruktur, dan kepemimpinan. Menurutnya, birokrasi tidak boleh menggunakan managemen balas jasa, sebaliknya perlu mengedepankan profesionalisme.

Sedangkan soal infrastruktur, ia membuat kejutan. Katanya, “Saya, Maxi-Asis, akan bangunkan rumah sakit dalam empat hari”.

Maksud dia, di tengah ketiadaan rumah sakit sekarang ini, sebuah terobosan berani sangat perlu diambil.

“Saya pindahkan kantor bupati sehingga (kantor) itu bisa dipakai sebagai rumah sakit!”

Sementara itu, terkait kepemimpinan politik, meskipun Maxi adalah calon incumbent, ia berbicara tak kalah meledak-ledaknya. Menurutnya, pemimpin harus tegas dan punya komitmen.

“Pemimpin harus kuat. Jangan lunggu lepe

Karena itu, menurutnya, menjadi pemimpin berarti tidak boleh berbohong, tidak korupsi, dan tidak mengharapkan orang lain membangun daerah.

Hardikan Firdaus

Namun, ketika giliran paket Firdaus, persoalan relasi Bupati dan wakil bupati serta instansi wakil rakyat yang digembar-gemborkan sejak awal.

Calon wakil bupati, Johny Hapan dengan semangatnya menyentil hal tersebut.

“Kami punya komitmen bahwa selama lima tahun kami tidak akan buat konflik internal. Saya menghargai bupati dan bupati pasti menghargai saya. Dan kami senantiasa bekerja sama dengan DPR Manggarai Barat.”

Tak lama berselang, ia turun dari panggung. Sambil melihat ke langit dan mengangkat tangannya, Johny berkata, “kalau firdaus terpilih, Pede tidak akan lepas kemana-mana”.

Pada giliran calon bupati, Ferdy Pantas, ia menjelaskan visi dan misi. Di bawah visi, ia mengembangkan empat misi, dan 34 jenis urusan, 210 program, dan 8 sumpah.

Dalam sumpahnya, ia menegaskan secara eksplisit untuk menolak tambang, membangun infrastruktur jalan beraspal, kesetaraan pendidikan antara sekolah swasta dan negeri, peningkatan pelayanan di bidang kesehatan, penyediaan air minum bersih, merancang kota Labuan Bajo sebagai kota saptapesona, penguatan ekonomi rakyat berbasis kearifan lokal, dan memperkuat pemerintahan lokal.

Akan tetapi ketika berbicara soal infrastruktur, Ferdy tampak emosional. Ia sangat menyayangkan terbelangkainya jalur jalan raya ke daerah Kolang, Ndoso, Pacar, dan Bari.

“perubahan dari aspal dari bupati sebelumnya, berubah menjadi batu, dari batu menjadi tanah, dari tanah jadi tengku, sehingga tidak bisa dilewati semua kendaraan dalam jenis apapun. Jam 3 (pagi) tunggu kendaraan. Sengsara betul manggarai Barat ini” tegasnya.

Namun meskipun demikian, di tengah kritikan tajam atas era Gusti-Maxi (2010-2015), ketiga paket lain bukan tanpa kesangsian. Sebab sudah sering, semua janji dan omongan bisa saja berubah dalam hitungan waktu ke depannya. (Gregorius/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini