Obituari: Rm Yovan, Imam Muda yang Energik Itu Telah Pergi

Rm Yovan Nukul Pr
Rm Yovan Nukul Pr

Floresa.co – Kabar duka muncul pada hari ini, Selasa pagi (25/8/2015): Romo Yosephanus Napalik Nukul Pr atau dikenal dengan Romo Yovan menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Cancar, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara tepat pukul 05.25 WITA.

Imam Keuskupan Ruteng yang lahir di Ruteng 10 Mei 1974 itu, terakhir kali bertugas di Paroki Werang, Manggarai Barat.

Dari cerita banyak orang dekatnya, ia dikenal sangat akrab dengan umat. Ia juga dinilai imam yang energik, semangat dan selalu ceria.

Alex Madji, teman angkatan Romo Yovan saat di Seminari Pius XII Kisol menulis obituari di situs Sesawi.net.

Berikut tulisan Alex, yang kini jadi wartawan di media nasional di Jakarta.

Hati saya tersayat ketika Kraeng Ata Wajur, Selasa (25/8) pagi mengabarkan Rama Yoseph Napalik Nukul Pr atau yang akrab dipanggil Rama Yovan meninggal dunia. Saya terkejut. Minggu lalu, di dinding Facebook-nya, ia baru mengabarkan dirinya tengah dirawat di rumah sakit St Rafael Cancar. “Kambuh. Saya membutuhkan doamu,” begitu status singkatnya.

Tapi saya menganggap, Rm Yovan hanya sakit biasa karena kelelahan dalam pelayanan. Saya hanya berpesan bersama puluhan orang lain yang memberi komentar atas status itu, “Semoga cepat sembuh kesa”.

Rupanya, dugaan saya meleset. Penyakit yang diderita Rm Yovan ternyata berat hingga akhirnya ajal menjemput. RIP teman.

Mendengar kabar duka ini, ingatan saya lalu melayang ke Seminari Pius XII Kisol. Kami sama-sama masuk ke seminari itu pada 1988 bersama 120 orang murid lainnya. Hidup di bawah atap yang sama selama enam tahun. Di kamar tidur, di kamar makan, di kelas, di kapel, di lapangan bola, basket atau lapangan kecil, serta di kebun. Bahkan mencuri buah-buahan pun bersama-sama. Dari jumlah ini, yang bertahan hingga kelas VI atau kelas tiga SMA hanya 21 orang, termasuk alm. Rama Yovan.

Melanjutkan studi

Kami berpisah di Kisol pada Mei 1994. Yovan memilih menjadi calon imam Keuskupan Ruteng dan menempuh pendidikan TOR di Lela, Maumere bersama Ferry Warman, Alo Johnson, Tomi Hermopan, Manto Tapung, Don Nador, Edu Rajapara, dan Trens Due. Dua nama terakhir ini adalah calon imam Keuskupan Agung Ende. Dari nama-nama ini yang kemudian menjadi pastor adalah Yovan, Ferry, Johnson, Edu, dan Trens.

Saya bersama Tarsi Gantura ke Pagal menjadi calon biarawan Fransiskan atau Ordo Fratrum Minorum (OFM) dan semuanya gagal. Sedangkan Mance Jeramun, Eben Samador, Tibur Hani, Flori Hartono, dan Kanis Kabur memilih Serikat Sabda Allah (SVD). Mance dan Eben menjalani satu tahun novisiat di Kuwu sedangkan Tibur, Flori, dan Kani ke Nenuk. Tidak satu pun dari mereka yang berhasil menjadi imam SVD.

Sisanya, seperti Yani Sarnis, Ansel Jebarus, Heri Baben, Ferdi Bembot, Mas Djeer, dan Eman Ghale memilih tidak melamar. Sebagian besar dari mereka ini kemudian merantau ke Jawa dan kuliah di Yogyakarta dan Malang. Sedangkan Eman Ghale kemudian masuk sebuah kongregasi di Kupang, saya lupa namanya, tapi mengundurkan diri menjelang kaul kekal.

Selama di Seminari Kisol, Yovan adalah pemain bola. Ia anggota Partai Satu alias pemain inti Seminari Kisol dan menjadi bek kiri terbaik angkatan saya. Dengan badan yang kekar, para pemain lawan sangat sulit menembus pertahanan Yovan. Gerakannya lincah dan cepat. Kalau urusan memotong lawan (tekel), dialah jagonya. Kalau ia sudah mengejar lawan, siap-siap saja orang itu terjungkal. Ia selalu tandem dengan Manto Tapung dan Mas Djeer di bek tengah serta Alo Johonson di bek kanan. Saya juga masuk partai satu dan beroperasi sebagai pemain sayap kiri.

Selain aktif di sepakbola, Yovan adalah seorang pemain restok yang bagus. Ia mengolah tubuhnya dengan berayun-ayun di besi restok di belakang asrama SMA Seminari Pius XII Kisol. Sering kali tanpa baju. Lemparan tubuhnya bagus, bak atlet benaran. Tubuhnya ringan sehingga bisa berputar 360 drajat.

Karena rajin olahraga yang satu ini, bentuk “body”-nya bagus. Six packs. Dia sama kekarnya dengan Tomi Hermopan yang kini menjadi dokter gigi dan bekerja di Borong, Manggarai Timur. Meskipun tinggi badan teman yang satu ini lebih pendek dari Yovan.

Selalu di puncak

Di kelas, Yovan tergolong lumayan. Beda dengan kami yang selalu di posisi buncit bersama Mance Jeramun. Posisi teratas kelas sosial selalu ada Mas Djeer yang tidak butuh belajar banyak untuk menjadi juara kelas dan Don Nador yang memang tekun dan nyaris tidak pernah ribut setiap kali belajar atau Tomi Hermopan di kelas IPA yang kalau ujian Bahasa Latin hanya butuh waktu 45 menit untuk menyelesaikan semua soal dengan hasil akhir yang selalu paling tinggi. Beda dengan kami yang lain. Butuh waktu dua kali lipat tapi hasilnya pun sekadar memenuhi standar kelulusan seminari.

Setelah lama tidak bertemu, saya kembali bertemu Yovan dalam sebuah pertemuan Dekenat Manggarai Utara di Sengari, Reo pada sekitar September 2000. Ketika itu ia menjalani tahun orientasi pastoral di Reo, sedangkan saya menjalani program yang sama di Paroki Kristus Raja Pagal sambil membantu Postulan. Ketika itu, pada acara rekreasi bersama malam hari, kami joget-joget. Keesokannya kami kembali ke tempat tugas kami masing-masing.

Seingat saya, ini pertemuan terakhir kami. Pada akhir November 2000, saya meninggalkan biara Fransiskan di Pagal dan kembali ke Jakarta untuk memulai hidup baru. Yovan kembali ke Ritapiret untuk melanjutkan Teologi setelah TOP. Sejak itu kami tidak berjumpa lagi. Bahkan jadwal tahbisan pria kelahiran 10 Mei 1974 itu, saya tidak tahu. Tahu-tahu ia sudah menjadi imam.

Belakangan saya tahu ia bertugas sebagai pastor kapelan di Paroki Cancar. Itu pun saya tahu dari saudari sepupu saya yang tinggal di Popor, Cancar, umat Rm Yovan. Ketika pulang libur dan nginap di sana, ia bertanya tentang Rm Yovan. Saya bilang, ia teman kelas saya di seminari.

Dari Cancar Rm Yovan pindah dan bertugas di Werang beberapa tahun terakhir. Sejak Facebook booming, ia cukup aktif di media sosial tersebut. Ia selalu mengabarkan aktivitasnya di paroki di Facebook. Bahkan foto-foto selfi baik yang berjubah maupun tidak, juga dipajang di sana.

Sapaan-sapaannya juga selalu renyah. Ia tidak jaim sebagai pastor. Komentar dan status yang dibuatnya selalu menggunakan bahasa anak muda dan gaul. Mungkin karena ia sering bergaul dengan anak-anak muda di parokinya. Meskipun, beberapa teman seangkatan pernah curhat tidak terlalu sreg dengan beberapa status yang dibuatnya.

Tapi, ya sudahlah. Itulah Yovan. Orang yang gaul dan selalu ceria serta pemain bola tangguh semasa di seminari menengah. Saya tidak tahu ketika di seminari tinggi. Ia sudah menyelesaikan pertandingannya di bumi ini dan bersatu dengan para kudus di Surga. Selamat jalan teman. Sampai jumpa di Taman Firdaus Abadi. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini