Menyoal Jefry Jadi Tersangka

Edi DanggurOLEH: EDI DANGGUR

Pada 22 Juli lalu, Floresa.co melansir  berita berjudul, “Meski Ada Perdamaian, Polisi Masih Tetapkan Jefry Sebagai Tersangka”.

Polisi, dalam hal ini penyidik, memang berwenang menetapkan seorang terlapor jadi tersangka, asal ada bukti permulaan yang cukup.

Namun berita tersebut jelas bertentangan dengan fakta yang terjadi sebelumnya, dimana Pelapor (Dwi Jaya) dan Terlapor (Jefry) sudah didamaikan oleh Bupati dan Wabup Manggarai, Christian Rotok dan Kamelus Deno. Keduanya sudah teken kesepakatan damai, dimana Terlapor mengaku salah dan minta maaf serta menyerahkan seekor babi wase lima. Sedangkan Pelapor harus mencabut laporannya.

Maka ada beberapa pertanyaan mendasar di sini. Pertama, adakah diantara Pelapor dan Terlapor yang mengingkari Kesepakatan Damai tersebut? Kedua, sejauh mana Bupati dan Wabup Manggarai memainkan perannya sebagai mediator yang memastikan bahwa Pelapor dan Terlapor telah melaksanakan butir-butir kesepakatan damai tersebut?

Kesepakatan Damai Harus Dilaksanakan

Orang-orang yang terlibat dalam sebuah sengketa boleh menyelesaikannya melalui perjanjian damai atau kesepakatan damai. Perjanjian atau kesepakatan yang sah tentu harus memenuhi syarat subjektif maupun objektif.

Syarat subjektif terpenuhi karena baik Jefry dan Dwi Jaya sudah dewasa dan dengan kehendak bebas (free will) ingin selesaikan masalah mereka dengan damai. Begitu pula, syarat objektif terpenuhi: sengketa lapor-melapor ke polisi diakhiri dan kehendak untuk menghentikan lapor-melapor itupun tidak bertentangan UU, ketertiban umum dan kesusilaan.

Terpenuhinya syarat-syarat tersebut membuktikan kesepakatan damai itu sah (Vide Pasal 1320 BW). Kesepakatan yang sah itu tingkatannya seperti undang-undang bagi Jefry dan Dwi Jaya yang harus dilaksanakan dan ditaati (Vide Pasal 1338 BW). Maka, para pihak harus meneliti isi kesepakatan damai itu, kata per kata, kalimat per kalimat, dan dilaksanakan, tidak boleh ada yang terlewatkan.

Kalau ada butir kesepakatan damai yang tidak dilaksanakan maka pihak yang bersangkutan dianggap ingkar janji atau wanprestasi. Dia harus bertanggung jawab atas kelalaiannya menaati isi kesepakatan damai tersebut. Salah satu di antara keduanya tidak boleh juga seenaknya mengabaikan apalagi memutuskan kesepakatan tersebut. Sebab, sebuah kesepakatan hanya bisa diakhiri atas putusan pengadilan (Vide Pasal 1266 BW).

Pemenuhan isi kesepakatan damai itu dilakukan secara bertimbal-balik. Apa yang menjadi hak bagi Pelapor, merupakan kewajiban bagi Terlapor. Demikian juga sebaliknya, apa yang menjadi kewajiban bagi Pelapor, merupakan hak bagi Terlapor.

Itu berarti Jefry wajib menyerahkan babi wase lima dan menyampaikan maaf melalui media. Pemenuhan atas kewajiban tersebut adalah hak Dwi Jaya dan sekaligus sebagai prasyarat bagi pemenuhan kewajiban Dwi Jaya untuk mencabut laporan di polisi. Semua kewajiban itu dilaksanakan dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam kesepakatan damai tersebut.

Kalau ternyata setelah teken kesepakatan damai ternyata Jefry justru ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi maka Jefry dan Dwi Jaya perlu bersikap jujur untuk introspeksi diri apakah sudah melaksanakan kesepakatan damai itu dengan itikat baik. Hanya mereka berdua yang paling tahu apakah sudah melaksanakan kewajibannya masing-masing.

Tidak dicabutnya laporan polisi yang berakibat ditetapkannya Jefry sebagai tersangka, menurut penulis, ada dua kemungkinan: Jefry yang lalai melaksanakan kewajibannya untuk meminta maaf di media dan lalai menyerahkan ela wase lima sebagai prasyarat pencabutan laporan polisi.

Kemungkinan lain, Dwi Jaya beritikat buruk. Artinya, walaupun Jefry sudah melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang disepakati bersama, tetapi tetap tidak mencabut laporannya di polisi. Terbukti atau tidak Dwi Jaya beritikat buruk, sangat tergantung pada kejujuran Jefry di public, apakah dia sudah melaksanakan kewajiban-kewajibann­ya tersebut.

Menuntut Tanggung Jawab Rotok dan Deno

Drs. Christian Rotok dan Dr. Kamelus Deno, SH, MH masing-masing selaku Bupati dan Wabup Manggarai. Butir-butir kesepakatan damai lahir dari campur tangan keduanya sebagai mediator. Mengapa keduanya harus bertanggung jawab?

Pertama, sebagai mediator, Rotok dan Deno turut bertanggung jawab untuk memastikan apakah Jefry dan Dwi Jaya sudah melaksanakan butir-butir kesepakatan damai tersebut. Kalau ternyata misalnya Jefry lalai melaksanakan kewajibannya, mediator perlu gali lebih jauh apa alasannya. Alasan itu dikomunikasikan kepada Dwi Jaya.

Begitu juga sebaliknya, kalau Dwi Jaya lalai melaksanakan kewajibannya mencabut laporan ke polisi maka Rotok dan Deno perlu menggali lebih jauh apa alasannya. Alasan itu dikomunikasikan juga kepada Jefry. Bisa jadi, ada kewajiban Jefry yang belum terlaksana dan apa alasannya. Mediator seyogyanya membantu pihak-pihak untuk berada dalam situasi damai.

Kedua, Rotok dan Deno adalah atasan Jefry. Sebagai atasan, keduanya harus melindungi bawahan. Caranya, dengan meminimalisasi kemungkinan Jefry jadi tersangka. Kalau saja Rotok dan Deno melaksanakan tugasnya sebagai mediator dengan sempurna, bisa jadi Jefry tidak akan ditetapkan sebagai tersangka.

Penetapan Jefry sebagai tersangka adalah bukti kegagalan Rotok dan Deno, baik sebagai mediator maupun sebagai atasan Jefry. Penulis sendiri sebenarnya sudah memprediksi sejak awal bahwa keterlibatan Rotok dan Deno sebagai mediator tidak akan membawa kebaikan bagi Jefry.

Alasannya jelas: Rotok dan Deno adalah bagian dari masalah (part of problem) terkait penerbitan IMB yang oleh Jefry sebagai IMB illegal. Akibatnya, Rotok dan Deno tidak bisa menjadi bagian dari solusi (part of solution) dalam masalah ini. Itu sebabnya, di media ini penulis pernah menyatakan bahwa keterlibatan Rotok dan Deno dalam masalah Jefry dan Dwi Jaya bukan untuk menyelesaikan masalah keduanya, tetapi untuk melindungi kepentingan Rotok dan Deno sendiri sebagai bupati dan wabup.

Buktinya, ketika publik mengkritik mengapa masalah IMB illegal diselesaikan secara damai atau islah, Rotok berargumentasi bahwa islah hanya soal laporan Dwi Jaya ke polisi. Sedangkan soal IMB yang diduga illegal tetap akan diinvestigasi oleh inspektorat internal Pemkab Manggarai.

Pernyataan Rotok ini jelas merusak suasana perdamaian antara Jefry dan Dwi Jaya. Sebab, pernyataan IMB illegal oleh Jefry adalah masalah pokok dan laporan polisi adalah masalah berikutnya. Keduanya sangat berhubungan erat. Tak ada laporan polisi, jika tak ada pernyataan IMB illegal oleh Jefry.

Pernyataan Rotok itu tentu memantik ketidakpercayaan Dwi Jaya terhadap penyelesaian masalah ini secara damai. Apalagi kalau misalnya Jefry terbukti tidak melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam kesepakatan damai tersebut.

Di sinilah letak sikap dilematis bagi Rotok. Sebagai mediator, Rotok harus menyusun sedemikian bagus pernyataannya di media massa agar situasi sejuk dan kondusif untuk mendukung perdamaian diantara Jefry dan Dwi Jaya. Tetapi sebagai bupati, Rotok tentu tidak serta-merta mengamini keabsahan IMB tersebut.

Jangan Korbankan Jefry 

Sejauh ini, menurut penulis, posisi Dwi Jaya berada di atas angin. Tidak ada jalan bagi Rotok dan Deno untuk menyatakan IMB itu legal. Sebab tanggung jawab penerbitan IMB itu ada di tangan Bupati. Menyatakan IMB illegal sama artinya menepuk air di dulang, airnya kepercik ke muka sendiri.

Apalagi dalam kesepakatan damai itu, Jefry sudah dinyatakan bersalah. Denda adat ela wase lima dan permintaan maaf Jefry di publik semakin menguatkan keabsahan IMB tersebut. Berkata lain di luar isi kesepakatan damai justru merusak perdamaian di antara Jefry dan Dwi Jaya. Merusak perdamaian itu sama artinya menjerumuskan Jefry ke jurang persoalan yang semakin pelik di masa mendatang.

Di sini, hanya butuh kebesaran jiwa Rotok dan Deno. Bukan hanya sebagai bupati dan wabup dengan segala kekuasaan yang dimiliki, tetapi juga dalam kapasitas sebagai mediator. Tanpa kebesaran jiwa, Jefry akan semakin terpuruk dan sulit untuk keluar dari persoalannya saat ini. Semoga!

Penulis adalah seorang Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini