Ritual Adat Manggarai Warnai Acara Peresmian Gereja Paroki Cewonikit

Ritual adat Manggarai, bagian dari rangkaian acara peresmian Gereja Paroki St Vitalis Cewonikit, Ruteng. Tampak sesepuh kampung Pau, Maksimus Antar (sedang memegang mike) mendasarkan 'tudak' (doa dalam bahasa Manggarai), yang disaksikan Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng Pr (kedua dari kanan). (Foto: William)
Ritual adat Manggarai, bagian dari rangkaian acara peresmian Gereja Paroki St Vitalis Cewonikit, Ruteng. Tampak sesepuh kampung Pau, Maksimus Antar (sedang memegang mike) mendasarkan ‘tudak’ (doa dalam bahasa Manggarai), yang disaksikan Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng Pr (duduk bersilah, kedua dari kanan). (Foto: William)

Ruteng, Floresa.co – Semua umat beriman pasti menambahkan rumah ibadah yang bagus dan indah.

Itu pula yang menjadi kerinduan umat Katolik di Paroki St. Vitalis Cewonikit Ruteng, Keuskupan Ruteng, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Setelah selama sembilan tahun berjuang membangun rumah ibadah yang menelan biaya hampir Rp 7 miliar, kini mereka merasa bersyukur.

Pada Minggu esok (19/7/2015), bangunan Gereja itu akan diresmikan oleh Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng Pr.

Menyambut momen bersejarah itu, sejak Kamis lalu (16/7/2015), diadakan ritual, yang disebut wisi loce (bentang tikar), tanda dimulainya rangkaian kegiatan menyambut pemberkatan Gereja itu.

Dalam ritual itu, ada pemotongan hewan kurban, berupa seekor ayam berbuluh putih.

Sementara pada Jumat malam tadi (17/7/2015) dilakukan ritual adat wee (simbol  para tamu mulai berkumpul), di mana ditandai dengan pemotongan seekor kambing jantan.

Yosef Jehalut, Ketua Sie Adat mengatakan, pada hari ini, Sabtu (18/72015), dilaksanakan pemotongan hewan kurban seekor kerbau jantan.

Menurutnya, diadakannya rangkaian acara adat, karena, meski rumah ibadah itu merupakan tempat menjalankan ritual keagamaan umat Katolik, namun bangunannya berdiri di atas tanah adat  kampung Pau, Ruteng.

“Dengan demikian, sebagai bentuk penyatuan yang harmonis antara Tuhan pemilik kehidupan serta nenek moyang  sebagai perpanjangan tangan Tuhan dalam merawat dan melestarikan  karya budaya, maka wajib hukumnya ritual adat dilaksankan,” katanya.

Hal ini, lanjutnya, bertujuan agar terjadi keseimbangan antara iman dan budaya.

Pantauan Floresa.co, acara wee tadi malam sungguh khidmat, di mana sesepuh kampong Pau, Maksimus Antar mendasarkan tudak  (kata-kata doa dalam bahasa Manggarai).

Dalam tudak itu, ia memohon agar bangunan Gereja yang merupakan tempat bersyukur dan memuliakan Tuhan, selamat dari segala bentuk bencana.

Sedangkan untuk umat yang menggunakannya, ia meminta kepada Tuhan agar sejahtera lahir batin.

Upacara wee malam ini disaksikan oleh Uskup Huber, yang didampingi Pastor Paroki Cewonikit Romo Yosef Karus Pr.

Para donatur pembangunan Gereja Paroki St Vitalis Cewonikit. (Foto: William)
Para donatur pembangunan Gereja Paroki St Vitalis Cewonikit. (Foto: William)

Sejumlah donatur, seperti Bapak Hermanto dan beberapa rekannya dari Jakarta, serta donatur yang tinggal di Ruteng, juga ratusan umat dalam wilayah Paroki Cewonikit ikut memeriahkan acara itu. (Laporan William/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini