Tajuk Kompas: NTT Kian Runyam

Floresa.co – Tajuk rencana Harian Kompas, Rabu (24/6/2015) menyinggung runyamnya situasi terkini Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Kompas, masalah gizi buruk, kemiskinan, keterbelakangan, perdagangan manusia, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi potret situasi di NTT.

“Lihatlah potret kehidupan masyarakat NTT saat ini. Persoalan yang dihadapi NTT seperti berputar-putar di tempat, kalau tidak ingin disebut cenderung memburuk dari tahun ke tahun,” tulis Kompas.

Terkait situasi ini, Kompas menyoroti kontribusi masyarakat NTT untuk mengatasi keterbelakangan yang masih lemah.

“Masyarakat NTT, termasuk di diaspora, tidak sedikit yang hanya bisa tertunduk atas wilayahnya yang terpuruk oleh Nasib Tak Tentu (NTT). Hanya sesekali bisa menerawang jauh, menengadah, menatap langit sambil berkomat-kamit dan bergumam: Nanti Tuhan Tolong (NTT) sebelum harapan tersisa habis.”

Sebelumnya, pada Selasa sehari sebelumnya, Kompas melaporkan, sebanyak 21.134 anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami kekurangan gizi.

Selain itu, tercatat 1.918 anak menderita gizi buruk dan 11 balita meninggal selama Januari-Mei 2015.

Berikut isi lengkap tajuk berjudul, “Alangkah Runyamnya NTT” itu:

Kondisi Provinsi Nusa Tenggara Timur benar-benar runyam oleh kasus gizi buruk dan darurat perdagangan manusia. Namun, siapakah yang peduli?

Mungkin saja pemerintah, mulai dari pusat sampai provinsi dan kabupaten, mengklaim sudah banyak berbuat, tetapi bagaimanakah hasilnya? Lihatlah potret kehidupan masyarakat NTT saat ini. Persoalan yang dihadapi NTT seperti berputar-putar di tempat, kalau tidak ingin disebut cenderung memburuk dari tahun ke tahun.

Bayangkan, kasus gizi buruk lima bulan pertama tahun 2015 sudah mendekati total kasus tahun 2014. Sejauh yang terungkap, sepanjang tahun 2014 tercatat 2.100 anak balita menderita gizi buruk, termasuk 15 yang meninggal, sementara Januari-Mei 2015 sudah tercatat 1.918 anak balita penderita gizi buruk, dan 11 anak balita meninggal. Tidak kalah memprihatinkan, 21.134 anak balita sedang kekurangan gizi.

Potret buram NTT tentang kekurangan gizi, kemiskinan, dan keterbelakangan bertambah menyeramkan ketika provinsi itu dinyatakan pula masuk dalam kondisi darurat perdagangan manusia. Data Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyingkapkan, 7.193 warga NTT menjadi korban perdagangan manusia pada 2014.

Namun, lagi-lagi, siapakah yang peduli terhadap nasib NTT yang begitu terpuruk? Segala harapan kemajuan sekitar 70 tahun Indonesia merdeka menjadi ilusi yang menyakitkan bagi sebagian besar masyarakat NTT. Tengoklah berbagai infrastruktur di NTT yang serba minim. Lihatlah jalan-jalan terputus-putus antara lain di sentra ekonomi di Manggarai Barat, kabupaten ujung barat NTT.

Tantangan NTT semakin berat jika dilihat dari persiapan sumber daya manusia. Bagaimana mungkin pendidikan dapat dilakukan secara efektif di lingkungan kurang gizi dan gizi buruk. Bukankah kemampuan berpikir dan daya nalar sangat ditentukan oleh pemenuhan gizi? Terobosan sangatlah diperlukan, tetapi tantangannya tidaklah kecil karena NTT sejak zaman kolonial dikenal sebagai wilayah terabaikan dan gampang dilupakan, neglected area. Pada awal kemerdekaan, sumber daya manusia NTT tergolong yang terbaik di kawasan Indonesia timur.

Namun, proses pelapukan seperti terus terjadi. Pendidikan di NTT merosot tajam dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tergolong rendah, sementara tata kelola pemerintahan kurang efektif. NTT disebut-sebut oleh Bank Dunia sebagai salah satu wilayah rawan korupsi di Indonesia. Tidaklah berlebihan kalau banyak harapan ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sejauh ini proses penyingkapan berbagai dugaan kasus korupsi di wilayah itu terkesan tidak begitu jelas.

Masyarakat NTT, termasuk di diaspora, tidak sedikit yang hanya bisa tertunduk atas wilayahnya yang terpuruk oleh Nasib Tak Tentu (NTT). Hanya sesekali bisa menerawang jauh, menengadah, menatap langit sambil berkomat-kamit dan bergumam: Nanti Tuhan Tolong (NTT) sebelum harapan tersisa habis. (Ari D/ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini