Kamilah Panitia, Kamulah Pengawas

Oleh: ALFRED TUNAME

Pilkada merupakan peristiwa politik. Sebagai sebuah peristiwa politik, Pilkada menentukan ritme pembangunan masa depan sendi-sendi demokrasi. Di situ, tahapan dan proses politik berdemokrasi dikreasi. Takarannya adalah partisipasi publik yang aktif. Partisipasi publik itu didasarkan pada pemahaman akan hak dan kewajiban rakyat demi mewujudkan kehidupan bersama yang baik.

Esensi politik berdemokrasi adalah keadilan dan kesejahteraan. Dalam Pilkada, tujuan esensial itu dimulai dengan memilih sosok pemimpin otentik dari rakyat. Visi-misi yang disuguhkan oleh para petarung dalam Pilkada merupakan signal-signal primer dalam menakar isi kesejahteraan. Dari situlah masyarakat pemilih dapat menimbang figur pemimpin yang akan dipilih.

Persaingan politik untuk memenangkan hati dan pilihan rakyat itu sangat penting untuk dilihat, lantaran kegentingan soal “matematika” politik dalam persaingan itu. Bahwa Pilkada sudah menjadi taruhan antara elite politik demi kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Konglomerasi politik pun dimulai dalam Pilkada. Di sini, elite politik dan pengusaha berjibaku merangkai kekuasaan demi kepentingan pragmatisme.  Praktik dan intrik politik pun terjadi selama Pilkada. Skema politik Machiavellian (menghalalkan segala cara) menjamur dalam proses Pilkada. Potensi dan tensi konflik sosial-politik berekaran di sini.

Manakala Pilkada berpotensi melahirkan konflik sosial-politik, maka proses pengawasan perlu maksimal. Urgensi pengawasan Pilkada adalah usaha antisipasi dan minimalisasi potensi konflik. Pada konteks Pilkada Kabupaten atau Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (PBWB) 2015 di NTT, secara resmi pengawasan diperankann oleh Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten.  Hal ini seseuai dengan amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Peran Panwas Kabupaten adalah kanalisasi konflik sosial-politik dalam PBWB 2015 dalam “rule of the game” yang ditetapkan oleh Undang-Undang Pemilu Kepala Daerah. Panwas Kabupaten perlu bekerja maksimal. Tujuannya, proses demokrasi lokal berjalan baik. Dengan begitu, kualitas pemimpin yang dihasilkan merupakan sari pati proses demokrasi politik yang sehat.

Oleh karena itu, komisioner Panwas Kabupaten bersifat independen, tidak berafiliasi dengan dengan partai politik dan tidak bersimpati pada pasangan calon kepala daerah tertentu dalam PBWB 2015. Taruhannya adalah integritas dan kompetensi. Panwas Kabupaten bertindak tegas dan adil terhadap setiap pasangan calon kepala daerah. Hal ini sekaligus melenyapkan prasangka buruk dalam kerja dan kinerjanya.

Untuk itu pula, Panwas Kabupaten merasa perlu untuk bekerja sama dengan berbagai media lokal maupun nasional (sebagai “amplifier”) untuk menyampaikan berbagai informasi terkait peran pengawasan penyelenggaran PBWB 2015. Informasi yang utuh dan penuh disampaikan kepada masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang. Informasi tersebut merupakan hak masyarakat. Tentu tidak tertutup kemungkinan, media juga berperan dalam mengontrol penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU Kabupaten dan Panwas Kabupaten. Tujuannya, agar tugas dan wewenang Panwas tetap “right on the track”.

Selain itu, Panwas Kabupaten mengharapkan kerja sama yang komunikaf-dialogis dengan berbagai lapisan masyarakat. Artinya, Panwas Kabupaten mengharapkan dan meminta informasi yang benar dan akurat dari masyarakat terkait pelanggaran-pelanggaran dalam PBWB 2015. Pengawasan langsung dari masyarakat (self surveillance) akan sangat membantu Panwas dalam mengawasi proses demokrasi lokal.

Operasi koperatif antara Panwas dan masyarakat tersebut merupakan prinsip demokrasi partisipatoris. Dengan begitu, cita-cita demokrasi politik untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas akan tercapai. Bahwa politik bukanlah proses merahimi penguasa, melainkan melahirkan pemimpin berkualitas yang mampu menggunakan kekuasaan demi keadilan dan kesejahteraan.

Ketika Panwas, media dan masyarakat sudah mampu bekerja sama dalam mengawasi proses politik lokal, kita tidak perlu lagi berteriak soal sakitnya melahirkan demokrasi di tingkat lokal. Membidani demokrasi lokal, bermula dari  kerja sama, kolaborasi dan sinergi.

Melalui proses politik seperti itu, akan lahir pemimpin otentik “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama mengawal dan mengawasi tahap dan proses politik PBWB 2015 di NTT yang serentak dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2015. “Mata”pengawas sesungguhnya adalah masyarakat, dan Panwas hanyalah “panitia”.

Penulis adalah Staf Divisi Pengawasan Panwas Pilkada Kabupaten Manggarai

spot_img

Artikel Terkini