Tanam Pohon di Hari Kartini, Cara Ibu-ibu Oenbit Lawan Arogansi Tambang

Floresa.co – Ibu-ibu di Desa Oenbit, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki cara unik mengisi Hari Kartini, yang dirayakan pada hari ini, Selasa (21/4/2015).

Mereka memilih menanam ratusan anak pohon, sebuah aksi yang selain menegaskan peran mereka dalam menjaga kelestarian alam, juga sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi perusahan tambang.

Berhubung, sudah lama warga Oenbit berupaya mengusir PT Elgary Resources Indonesia (PT ERI) yang hendak menambang mangan di wilayah mereka.

“Kami berusaha menyuarakan posisi dan keadaan kami yang sesungguhnya. Seringkali, para wanita tidak didengarkan dan hanya bisa masak, cuci dan urus rumah. Kami juga bisa membantu perjuangan bapak-bapak dalam menolak masuknya PT Elgary Resources Indonesia yang menyerobot lahan pertanian dan peternakan kami,” kata Rosalina Manbait, Koordinator aksi mama-mama “Kartini Oinbit”, Selasa (21/4/2015) sebagaimana dilaporkan Kompas.com.

Rosalina menjelaskan bahwa perjuangan yang disatukan dalam semangat kebersamaan menyeluruh, bisa memberikan hasil yang juga membahagiakan semua.

“Kami bangga, hari ini kami menanam, bapak-bapak mendukung usaha kami. Semoga kecintaan pada kelestarian alam mengubah pandangan sempit tentang pertambangan yang lebih banyak membawa susah bagi kami,” kata Rosalina.

Dua ibu lain, Shinta Lalus dan Indri Uskenat memiliki pendapat senada.

Mereka, yang juga meyakini bahwa kehadiran perusahaan tambang hanyalah usaha untuk menghancurkan alam dan lingkungan hidup di Oenbit, menyatakan suara protes.

Shinta dan Indri menjelaskan, awalnya masyarakat meminta klarifikasi soal tambang ini, dan perusahaan hanya menjawab bahwa mereka hanya melakukan survei.

“Setelah beberapa bulan, ternyata dilakukan penggalian besar-besaran dengan alat berat. Katanya hanya survei, ini tanpa penjelasan tiba-tiba sudah muncul banyak lubang, begitu banyak ternak sudah mati di dalam lubang tambang tersebut,” kata Shinta yang diamini Indri.

Sementara itu, Theresia Molo dan Maria Usfinit mengatakan, kelompok ibu rumah tangga ini, juga akan terus mendukung usaha kelompok besar yang gigih berjuang untuk menolak pertambangan di Oenbit. Menurut mereka, untuk menjaga dan memelihara alam dan lingkungan hidup tidak memerlukan biaya yang besar.

“Cukup kesadaran dan keikhlasan untuk menjaganya. Sesudah kita, masih ada generasi penerus. Sangat tidak baik kalau mereka menerima warisan alam yang sudah rusak dan hancur. Yang dukung tambang bermasalah itu, kiranya bisa mengerti bahwa kehidupan akan berlangsung terus dan nasib anak cucu tergantung apa yang kita buat hari ini,” kata Theresia dan Maria kompak.

Menanggapi aksi ibu-ibu ini, Melky Nahar, Manager Kampanye Walhi NTT mengatakan, apa yang dilakukan ibu-ibu di Oenbit merupakan kritikan pedas untuk Bupati TTU yang cenderung diam, bahkan tampak menjadi bagian dari mafia pertambangan.

“Bupati pada konteks tertentu harus belajar dari rakyat yang dipimpinnya untuk belajar bagaimana menghargai sesama dalam kaitan dengan pengambilan kebijakan public,” katanya kepada Floresa.co.

Ia menjelaskan, sikap masa bodoh bupati terkait desakan pencabutan IUP, bisa saja mengarah pada sebuah dugaan kesimpulan, bahwa dia memang mendapat fee dari perusahan tambang.

“Watak bupati seperti ini harus dilawan,” tegas Melky. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini