Warga Oinbit: PT ERI Harus Segera Pergi

Floresa.co – Warga tiga suku (Naikofi, Ataupah dan Taesbenu) pemilih hak ulayat di kawasan pertambangan bermasalah di Oinbit, Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang didukung oleh para sesepuh pemangku adat yang sah dari Sonaf Lanasu mengajukan penolakan dan ultimatum ke PT. Elgary Resources Indonesia (PT ERI) untuk segera menghentikan segala aktivitas pertambangan mangan di wilayah tersebut.

Warga merasa dicurangi oleh aktivitas PT ERI. Dengan satu hati seluruh warga di lokasi sekitar pertambangan maupun lokasi lingkar tambang mangan Oinbit mengajukan surat penolakan terhadap pihak-pihak terkait.

“Kami sudah sampaikan surat penolakan yang berisi sejumlah poin yang kami cermati sangat merugikan masyarakat. Hak-hak masyarakat di sini sudah diinjak-injak selama Elgary beroperasi secara sepihak,” kata Nikolaus Ataupah, koordinator lapangan gerakan tolak tambang mangan Oinbit, Senin (20/4/2015).

“Seluruh warga melalui pemuka-pemuka suku dan para pemegang hak ulayat telah sepakat untuk menolak seluruh aktivitas Elgary. Surat penolakan yang sama juga sudah kami sampaikan ke Pemerintah Kabupaten TTU, dinas terkait dan juga semua pihak yang berkepentingan dengan pertambangan mangan yang keliru di Oinbit,” jelasnya.

Dalam surat tersebut, masyarakat juga mengultimatum PT ERI untuk segera mengosongkan lokasi tambang mangan di Oinbit dalam 3 x 24 jam terhitung sejak surat penolakan dikeluarkan.

Warga juga akan segera memblokade total akses jalan dan juga jalur keluar-masuk ke lokasi tambang.

“Kami tidak akan berkompromi dengan semua pihak yang hanya akan mengobrak-abrik hak kami atas lahan pertanian dan padang penggembalaan ternak kami. Elgary sudah mencaplok hak-hak tenurial kami atas tanah dan ini sangat tidak berperikemanusiaan. Kami akan terus berusaha menuntut dikembalikannya hak-hak kami,” tegas Nikolaus.

Ia menambahkan, hal ini juga sudah disampaikan langsung ke dinas-dinas terkait antara lain, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), Lingkungan Hidup, Kehutanan dan SKPD terkait.

“Kami sudah sampaikan semuanya. Mereka menuntut dialog, tetapi kami tegas mengatakan bahwa tidak ada lagi ruang dialog yang harus kami buka. Dialog kalau semua pihak dirugikan atau diuntungkan. Yang terjadi, sejak eksplorasi hingga eksploitasi besar-besaran, hanya kami masyarakat yang dirugikan. Lantas, apa itu dialog? Apa itu sikap saling menghormati. Sejak awal kami sudah tidak dihormati, mengapa kami harus tunduk pada skenario dialog lagi?” tanya Nikolaus.

Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Sonaf Lanasu, Goris Taneo mengatakan, pihak kerajaan yang memiliki hak koordinasi ulayat dengan tiga suku Naikofi, Ataupah dan Taesbenu sangat menyayangkan proses terbitnya IUP Operasional PT ERI yang tidak pernah menghargai dan mengapresiasi posisi kerajaan yang direpresentasi oleh Sonaf Lanasu.

“Olis Taolin yang diklaim sebagai raja, itu bukan raja kami. Tidak pernah ada keluarga yang mengakuinya sebagai pewaris kerajaan. Adalah keliru dan sangat salah jika pemerintah dan Elgary menganggapnya sebagai raja. Kami mengutuk tindakan yang diambil Olis,” tegas Goris.

Berdasarkan surat bernomor 5/Ins/I-6/25/3/2014, 73 anggota keluarga kerajaan dari Sonaf Lanasu dan 11 pemuka adat, Olis Taolin (Theodorus L. Taolin) disebut sebagai tidak pernah dan tidak akan pernah ditunjuk oleh Sonaf Lanasu sebagai Raja Insana.

Surat edaran ini kemudian menjadi pegangan seluruh perangkat adat yang ada di wilayah bekas swapraja Insana di TTU. Dengan dasar ini pula seluruh keluarga kerajaan beserta para pemangku adat dan ulayat mengutuk penyerahan tanah oleh Olis Taolin kepada PT ERI dan meminta agar pemerintah memerhatikan dengan menghargai hak-hak kerajaan ini. (Laporan Eman Tulasi, kontributor di Timor/ARS).

Artikel Sebelumnya
Artikel Berikut
spot_img

Artikel Terkini