Khotbah Malam Paskah Pastor Peter C Aman OFM: Dari Galilea, Kembali ke Galilea

Satu pertanyaan sederhana dan selalu ditanyakan, ketika kita merayakan pesta iman seperti Paskah, yakni: apa makna dan relevansi perayaan ini untuk kehidupan kita sebagai orang Kristen?

Kendati sederhana, ternyata menjawab perayaan ini bukanlah perkara mudah. Untuk menjawabnya saya ingin mengajak kita mencermati, mengamati dan menelisik kenyataan dan kekuatan-kekuatan yang amat memberi cirri dan warna bagi kehidupan masyarakat kita saat ini. Apa itu?

Kita hidup dalam situasi dan kondisi yang tidak menentu, kondisi sosial-ekonomi tidak memberikan kenyamanan dan kepastian hidup.Harga BBM yang memberi efek domino pada hampir seluruh aspek kehidupan; keamanan hidup bermsyarakat yang semakin jauh dari rukun, damai dan harmoni.

Kekerasan dan pelbagai konflik yang mengancam hidup manusia pribadi dan bersama-sama. Peperangan dan konflik ideologi yang semakin mengantar kehidupan bersama ketepi jurang kehancuran. Kemiskinan, kemelaratan, kerusakan alam serta perubahan iklim; perguncingan dan pertarungan politik yang tidak memberikan rasa nyaman dan pasti bagi gerak kehidupan bersama.

Apa makna dan relevansi perayaan kebangkitan Tuhan dengan pelbagai kondisi kusut dalam semua aspek serta sisi kehidupan manusia, seperti sekarang ini?

Saudara-saudari, kebangkitan Tuhan tidak untuk memberi jawaban konkret atas pelbagai macam persoalan itu. Perayaan Paskah tidak untuk memberikan jalan keluar praktis bagi pelbagai macam soal yang membelit kehidupan manusia.

Mengapa? Ada kata-kata bijak yang mengatakan: Tuhan menggerakkan alam semesta karena manusia tidak mampu melakukannya, tetapi Tuhan tidak akan mengeluarkan duri dari kakimu, karena engkau sendiri dapat melakukannya.

Sesungguhnya persoalan-persoalan besar yang membelit manusia sehingga dapat mengancam keberlangsungan kehidupannya adalah produk dan buatan manusia sendiri; mestinya manusia sendiri dapat menyelesaikannya.

Akar dari persoalan itu adalah kesadaran dan pemahaman diri manusia, dalam hubungannya dengan alam, dengan Allah dan dengan sesama, yang tidak benar, keliru dan sesat.

Untuk mengurai dan menemukan jalan keluar dari pelbagai persoalan itu, kita mesti mulai dengan membenahi pemahaman dan kesadaran diri kita dengan menjawab pertanyaan: siapa manusia dan untuk apa manusia ada? Untuk itu bacaan-bacaan yang kita dengarkan pada malam ini memberi kita inspirasi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu.

Bacaan dari Kitab kejadian memberikan jawaban: manusia adalah gambar dan rupa Allah. Manusia memiliki keluhuran dan kesucian martabat. Karena manusia memiliki keluhuran dan kesucian martabat, maka hanya kepada manusia Pencipta mempercayakan alam ciptaan ini, untuk “dikuasai”. Maksudnya berkuasa sebagai “gambar dan rupa Allah”, berkuasa seperti Allah berkuasa: melayani, menjaga, memelihara dan mengembangkan.

Tetapi mengapa alam rusak dan kekerasan terjadi terhadap sesama manusia? Karena manusia tidak tahu diri dan tidak menerima diri sebagai “gambar dan rupa Allah”. Mereka malah ingin menjadi seperti Allah. Itulah godaan yang tidak bisa dikalahkan manusia sejak awal, dosa asal, dosa tidak tahu diri, tidak menerima diri, mengangkat diri seperti Allah.

Manusia melanggar tatanan kosmik dalam taman Eden, karena mendaulat diri seperti Allah, padahal mereka bukan Allah. Kalau manusia mengklaim diri sebagai Allah, dan itu berarti mahakuasa, maka tak heran manusia bertindak melampaui keterbatasan manusiawinya, sampai-sampai mengklaim kuasa atas hidup orang lain, melalui pelbagai macam tindakan pemerasan, kekerasan bahkan mencabut nyawa sesama, entah dalam tindakan kriminal, entah secara legal dalam hukumanmati.

Derita penindasan dan perbudakan di Mesir (dalam bacaan kedua) adalah pengalaman buruk dari kejahatan kemanusiaan, yang ternyata masih juga terjadi sampai saat ini, dalam bentuk perbudakan manusia, nasib buruh yang terus tertindas, penyelundupan dan perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, penindasan terhadap rakyat kecil serta masyarakat asli yang dirampas tanahnya dan dirampok kekayaannya. Pelbagai macam siksaan sadis di luar kemanusiaan adalah cerita yang kita kecap saban hari.

Dalam keterpurukan itu, manusia tidak mampu membebaskan dan memperbaharui dirinya sendiri. Campur tangan Allah nyata dalam tindakan pembebasan dari Mesir. Israel dibebaskan agar dapat hidup bebas dan tidak mengulang kejahatan kemanusiaan yang telah mereka alami, sehingga manusia disucikan dari kenajisan, diberi hati baru dan semangat baru, hati yang lembut, sehingga kembali ke jati diri asali manusia itu, “gambar dan rupa Allah”, dan karenanya dapat hidup sesuai dengan hukum dan ketetapan Allah, sebagaimana dikatakan Yehezkiel, dalam bacaan ketiga.

Kembali ke martabat suci dan luhur, gambar dan rupa Allah, tidak bisa lain dari merawat, memelihara dan menjaga kesatuan dengan Kristus. St. Paulus menggarisbawahi bahwa hanya dengan itu manusia dapat hidup baik dan benar; mampu mengatasi pelbagai persoalan, termasuk mengalahkan maut untuk bangkit dalam dan bersama Kristus.

Tetapi, benarkah kita sungguh berdiri teguh dalam iman kita akan Kristus? Kalau kita sungguh beriman kepada Kristus, manakah keunggulan komparatif dari cara hidup mereka yang percaya kepada Kristus, sehingga mereka terbedakan dan unggul dibandingkan dengan mereka yang tidak mengenal dan meingimani Kristus? Apakah orang-orang Kristen bebas dari kejahatan kemanusiaan: pemerasan, penindasan, korupsi, KDRT, merusak alam, malas, tidak peduli, rakus dan tamak sampai-sampai menghancurkan dan merusak alam, serta merampas hak-hak orang lain?

Perayaan kebangkitan Yesus Kristus, tidak bermakna, jika kita sendiri tidak bangkit dan tidak ingin berubah, menjadi manusia baru, dengan sikap serta perilaku baru, dalam berhubungan dengan Allah, sesama dan alam ciptaan.

Kita perlu mendengarkan dan percaya pada ajakan ketiga perempuan dalam Injil, untuk kembali ke Galilea, kembali ke awal mulai dari komitmen kita, ketika menjadi percaya. Para murid mulai mengikuti Yesus di Galilea, dan setelah mereka gagal dan meninggalkan Yesus, sekarang mereka diundang untuk kembali ke Galilea. Demikian juga kita, mesti kembali ke “Galilea”.

Perayaan Malam Paskah selalu disertai dengan pembaptisan baru. Perayaan itu mengingatkan kita semua untuk bangkit lagi, lahir menjadi manusia baru, dan bersama Kristus yang bangkit, kita hadir dan bersaksi kepada dunia, untuk membangun dunia kehidupan yang lebih manusiawi, adil, benar, sesuai dengan rancangan kehendak Allah. Agar kerajaan Allah itu terjadi di sini, seperti di surga, sebagaimana selalu kita doakan ketika kita berdoa Bapa Kami. Amin.

Pastor Peter C Aman OFM adalah Direktur JPIC-OFM dan Dosen Teologi Moral di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Khotbah ini dibawakan oleh Pastor Peter dalam Misa Malam Paskah  di Parung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/4/2015).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini