Apa Kabar Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Dermaga Pota?

Gambar: Ilustrasi
Gambar: Ilustrasi

Floresa.co – Aktivis anti korupsi di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) mempertanyakan tindak lanjut proses hukum kasus pembangunan dermaga di Pota, Kecamatan Sambi Rampas.

Niko Martin, salah aktivis yang selama ini gencar mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pembangunan di Matim menyebut, kasus ini yang ditangani Polres Manggarai, “hilang jejak bak ditelan bumi.”

“Sungguh disayangkan, di saat negara ini lagi gencar-gencarnya memberantas berbagai kasus korupsi, didaerah ini justru terjadi sebaliknya”, kata Niko dalam keterangan pers yang diterima Floresa.co belum lama ini.

Ia menegaskan, mestinya aparat penegak hukum bertindak benar dan berkata jujur.

“Polisi, jaksa jangan tertawa terbahak-bahak, tepuk tangan bergemuruh ketika ada masyarakat yang melaporkan berbagai ketimpangan pelaksanaan pembangunan, yang kemudian dijadikan ladang untuk mencari kenikmatan,” tegasnya.

Ia menambahkan, bukan hanya kasus pembangunan Dermaga Pota yang nasibnya tidak jelas, tetapi juga pengadaan bibit kakao di Dinas Pertanian Matim.

“Ini terang-terang merugikan negara, bahkan adanya rekayasa dokumen asal benih, peserta lelang datang dari satu keluarga, tapi nasibnya tak jauh beda dengan kasus Dermaga Pota”, kata Niko.

Kasus ini ditangani oleh penyidik Reskrim Polda NTT. Mandegnya penanganan kasus-kasus ini, demikian Niko, membuat aparat kepolisian di Polres Manggarai dan Polda NTT susah mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Ia berharap, media massa yang menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kebenaran tidak pernah berhenti menyuarakan jeritan hati masyarakat yang menjadi korban dari kebijakan pembangunan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Dermaga Pota: roboh diterjang ombak

Dalam penulusuran Floresa.co, aroma korupsi dalam kasus Dermaga Pota yang dibangun pada 2012, terungkap pada awal Januari 2013, saat dermaga itu roboh setelah diterjang ombak. Padahal, dermaga itu baru saja diserahterimakan pada 16 November 2012.

Kala itu, Polres Manggarai sudah memeriksa sejumlah pihak yang berkaitan dengan proyek tersebut, serta meminta tim dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang untuk melakukan uji teknis.

Kasat Reskim  Polres Manggarai, Iptu Edy saat itu mengatakan, ditemukan kejanggalan pada kondisi fisik proyek dan dokumen penawaran.

“Fisik proyek sudah jebol. Lalu dalam dokumen ditemukan kejanggalan. Orang lain yang buat penawaran, orang lain yang teken kontrak, orang lain yang cairkan uang. Administrasinya amburadul,” sebutnya seperti dikutip Victory News pada Juni 2013.

Proyek dermaga senilai Rp 1.627.923.000 dikerjakan oleh CV Wae Loseng. Namun kemudian atas kehendak direktur perusahan tersebut, yang bernama Gufron, perusahaan itu dipinjamkan kepada Gunawan Mantara.

Gunawan mengaku, ia meminjam CV Wae Loseng dengan imbalan 5 persen dari nilai proyek kepada pemilik perusahaan.
“Saya pinjam benderanya Pak Gufron di Labuan Bajo yakni CV Wae Loseng. Lima persen dari nilai proyek saya berikan kepada pemilik CV,” aku Gunawan.

Selain melibatkan CV Wae Loseng sebagai kontraktor pelaksana, proyek tersebut juga melibatkan CV Konindo sebagai konsultan perencanaan dan CV Cakra sebagai konsultan pengawas.

Hingga kini tak ada kabar terkait kasus ini. (ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini