Buat Foto Selfie, Mahasiswa Tolak Tambang di NTT

1555524_1451317658492269_1206588157705751524_n
Foto: Sonbay Ermalindo (fb)

Floresa.co.– Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan beragam cara untuk menolak kehadiran dan aktivitas pertambangan di NTT.

Tak ketinggalan, sejumlah mahasiswa asal NTT yang berkuliah di Yogyakarta, Bandung, Semarang, Jakarta, Surabaya membuat foto selfie yang bertuliskan penolakan terhadap semua jenis pertambangan di NTT  yang akan diselenggarakan selama satu minggu ke depan.

“Pertambangan tidak sesuai dengan struktur dan topografi pulau-pulau di NTT yang masuk kategori pulau kecil. Kehancuran alam dan lingkungan hidup akan susah direklamasi dan sudah pasti anak cucu kita akan sengsara dengan semua kehancuran yang ditinggalkan,” kata Sekretaris Eksekutif Liga Mahasiswa Pascasarjana (LMP) NTT Periode 2015, Memy Jedo di Yogyakarta, sebagaimana dilansir Kompas.com, Rabu (25/3/2015).

Terkait tujuan kegiatan ini, koordinator aksi, Dell Manek Tefa, menuturkan,  melalui aksi foto selfie ini diharapkan para pengambil kebijakan di NTT  untuk berpikir meninggalkan industri tambang.

“Kami berharap dengan kampanye yang humanis dan penggalangan dukungan dengan basis kultural ini, para pengambil kebijakan di Provinsi NTT bisa segera berpikir mengenai kebijakan-kebijakan yang produktif dan segera meninggalkan industri ekstraktif pertambangan yang keliru,” kata Tefa.

Pada kesempatan yang sama, koordinator umum Liga Mahasiswa Pascasarjana (LMP) NTT, Dewi Anastasia Ipah Wuwur berharap, kampanye ini menggugah mahasiswa asal NTT untuk melihat alam secara adil.

Pakar Kebijakan Publik UGM asal NTT, Gabriel Lele mengatakan industri ekstraktif yang berorientasi negatif ini bertolak-belakang dengan semangat pembangunan berkelanjutan.

Gabriel mengatakan, informasi mengenai rusaknya tempat-tempat ritual adat, serta lahan pertanian dan ladang menunjukkan rendahnya keseriusan dan komitmen pemerintah daerah dalam memikirkan kesejahteraan yang sesungguhnya. (Kompas.com/ARS/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini