Manggarai Barat di Persimpangan Kekuasaan

Jalan Macang Pacar-Labuan Bajo, bertahun-tahun tidak diperhatikan pemerintah. (Foto: dok Floresa)
Jalan Macang Pacar-Labuan Bajo, bertahun-tahun tidak diperhatikan pemerintah. (Foto: dok Floresa)

Oleh: FERNANDES NATO WELLARANA

Masa kekuasaan Bupati Agustinus Ch. Dulla tinggal tujuh (7) bulan, karena UU baru tentang Pemilihan Kepala Daerah, mengamanatkan pemilihan serentak terhitung Desember, 2015. Dulla memang baru satu periode menjadi bupati Mabar. Artinya, Dulla memiliki peluang menjadi pemenang lagi jika sukses menggaet hati pemilih di Mabar. Namun, jika tak sukses, jabatan  ‘sakral’ tersebut akan segera berpindah tangan ke rezim lain.

Bagi banyak pihak, Dulla memang sudah memiliki pengalaman panjang di Mabar. Pada periode sebelumnya, Dulla menjabat sebagai Wakil Bupati, berpasangan dengan Fidelis Pranda. Namun, kegetolannya berkampanye menolak investasi pertambangan di Mabar, menghantar Dulla menjadi pemenang pada Pilkada 2010. Itu artinya, Dulla sudah 10 tahun memerintah di Mabar. Menurut banyak pihak, Dulla sudah mengenal betul seluk-beluk pembangunan dan kehidupan sosial di Mabar. Tak salah jika publik cenderung berspekulasi, kans Dulla untuk menang pada pilkada 2015 sangat besar dan dapat menuntaskan program-program kerja yang masih menunggak selama ia berkuasa. Pertanyaannya adalah benarkan demikian?

Masa Dulla berkuasa boleh panjang, tetapi tak paralel dengan output yang diterima Mabar saat ini. Di tangan Dulla Mabar tak bergerak naik. Pembangunan infrastruktur publik, seperti jalan raya, jembatan, irigasi, rusak parah dan bahkan tak pernah tersentuh tangan negara. Proyek pembangunan pariwisata Mabar tak menunjuk prestasi gemilang.

Padahal, masa bakti 10 tahun adalah rentang waktu yang sangat panjang dan bisa menyulap Mabar menjadi kota pariwisata yang indah, dikunjungi banyak wisatawan domestik dan asing dan dapat berkontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah. Singkat cerita di masa pemerintahan Dulla Mabar berada di persimpangan jalan, menuju kabupaten gagal.  Fakta riil di Mabar inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi penulis benarkan kembalinya Dulla sebagai calon bupati untuk melanjutkan program-program kerja yang belum tuntas selama masa jabatannya?

Bagi saya, bukan kelanjutan program kerja yang ia kejar, tetapi Dulla hanya ingin melanggengkan kekuasaan di Mabar. Paling tidak, pembangunan di Mabar menjadi indikator dan menjadi tolak ukur apakah Dulla sukses atau tidak. Yang terjadi di Mabar saat ini adalah dekadensi pembangunan. Pembangunan di Mabar tak bergerak naik dan rakyat tetap miskin.

Berharap pada DPRD untuk mengontrol kinerja bupati, bak menunggu godot, karena DPRD hanyalah perwakilan bagi diri mereka sendiri. DPRD tak lebih sebagai pendulang rupiah dari proyek-proyek APBD. DPRD bekerjasama dengan birokrasi untuk mendapat banyak proyek. Tak berlebihan jika kita mengatakan, antara DPRD dan Bupati Mabar setali tiga uang.

Ketika Bupati dan pemerintah berjabat erat menghabiskan anggaran hanya untuk kepentingan pribadi, masih adakah harapan bagi Mabar ke depan?  Jelas, jika Mabar tetap berada di tangan Dulla harapan perubahan masih jauh dari harapan. Dulla tak memiliki etos keraja mumpuni, tak sanggup melakukan reformasi birokrasi dan pembenahan pembangunan.

Tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang kredibel dan berintegritas tinggi untuk masa depan Mabar ada di tangan rakyat. Maka, rakyat Mabar sendirilah yang menentukan perubahan ke depan, tergantung dari hati-nurani untuk bisa memilih mana pemimpin baik, berintegritas, bekerja keras dan tidak.

Memilih Bupati “Robinhood”

Berhadapan dengan realitas di atas, rakyat Mabar akan berhadapan dengan persoalan preferensi pelik pada  Pilkada 2015 mendatang. Pelik karena, banyak calon bupati yang tidak qualified untuk memimpin Manggarai Barat ke depannya. Qualified dalam hal ini tentu bila merujuk pada polis idal a-la Platon yang mengharuskan pemimpin negara (polis) itu filsuf-filsuf raja (philosophers king), bahkan bisa jadi Bupati mabar yang sekarang itu tidak termasuk ‘warga polis’ karena mutu kepemimpinan yang rendah.

Tetapi, tentu saja kita semua menyadari konsekuansi dari sebuah negara demokrasi dimana setiap warga negara  setara (equal), memiliki hak politik yang sama untuk memilih dan dipilih terlepas dari apa predikat Sosial yang kita miliki. Toh yang namanya pemimpin dan kepemimpinan itu juga dapat dibentuk dan dipelajari. Jadi, mungkin saja para calon Bupati yang dihadapkan kepada kita masyarakat Mabar saat ini sebagai pemimpin hasil pembelajaran dan pembentukan (baca: polesan media). Sehingga bila kelak terjadi hal-hal yang menyimpang dalam kepemimpinannya hal tersebut tidak akan mengagetkan kita karena kita sudah mengetahui dari mana dia ‘berasal’.

Untuk itu mari, kita mengakrabi para  kandidat, mengenali mereka dari dekat dan lebih dekat. Publik perlu membangun komunkasi yang baik dengan mereka, sehingga kita dapat mengetahui arah dan motivasi mereka mencalonkan diri sebagai pemimpin Kabupaten Manggarai Barat. Dengan mengenal karakter calon pemimpin, publik terbantu untuk mengevaluasi berbagai kata yang terucap dari mulut para calon. Rakyat diharapkan jangan sampai terbuai dengan ‘gula-gula’ politik yang mereka tawarkan. Singkat cerita, rakyat Mabar harus menjadi masyarakat waras dan cerdas dalam memilih.

Saya mencoba menganalogikan preferensi pilihan pemipin rakyat Mabar dengan tokoh film tersohor, “Robinhood”. Dalam film itu, Robinhood memainkan peran sebagai penjahat yang solider. Dalam adegan itu, Robinhood berperan sebagai pencuri. Menariknya, Robinhood tak pernah mencuri dari orang-orang kecil, tetapi mencuri di rumah orang-orang kaya yang memiliki setumpuk uang. Hasil curiannya, dia gunakan untuk berbagi dengan orang-orang kecil.

Mencuri an sich adalah sesuatu yang buruk secara moral. Tapi bila mencuri demi kebaikan banyak orang, maka orang-orang akan mengabaikan predikat pencuri. Pencuri kemudian beralih predikat menjadi penyelamat.

Dalam memilih bupati Manggarai Barat pada periode mendatang, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan pelik sebab hampir pasti tidak ada calon yang benar-benar ideal untuk jadi Bupati. Untuk itu kita harus segera mengetahui siapa calon pemimpin yang akan kita pilih. Silakan memilih yang kemungkinan melakukan kecurangan (untuk memperkaya diri) setelah menjabat sebagai Bupati kecil. Rekam jejaknya akan membantu kita untuk mengetahui seperti apa komitmen orang tersebut dalam kepemimpinannya dan pilihlah “Robinhood” sebagai Bupati.

Memilih “Robinhood” dalam hal ini tentu sebagai sebuah jalan terbaik untuk memilih yang tepat di antara yang tidak layak. Minimal Bupati yang akan kita pilih memiliki keberpihakannya terhadap kepentingan dan hajat hidup orang banyak di Mabar, seperti pembangunan jalan, Rumah Sakit, air bersih, sarana pendidikan yang memadai, infrastruksur pertanian yang baik dan semuanya itu mengerucut pada penataan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan.

Bila Bupati terpilih kelak mampu menjawab kebutuhan masyarakat Manggarai Barat, maka hampir pasti seluruh ‘dosa kekuasaannya’ akan diampuni masyarakat. Selamat menjalani lamentasi politik untuk kita semua. Selamat menjelang pesta demokrasi Pilkada Manggarai Barat. Semoga masyarakat dapat memilih Bupati yang tepat untuk kebaikan bagi semua orang di Manggarai Barat.

Penulis adalah Sekjen Himpunan Mahasiswa Manggarai Barat (Hipmmabar) Jakarta. 

 

 

spot_img

Artikel Terkini