Tebang Pohon di Hutan Lindung, Warga di Manggarai Timur Didenda Secara Adat

 

Suasana ritual sumaph adat di rumah gendang Nancur, Jumat (27/2/2015). Foto : Markus
Suasana ritual sumaph adat di rumah gendang Nancur, Jumat (27/2/2015). Foto : Markus

Wukir, Floresa.co – Pelaku pembalakan liar (ilegal logging) di kawasan konservasi di Manggarai raya akan didenda secara adat. Bila tidak jera juga, baru akan diproses sesuai hukum positif.

Penerapan hukum adat ini dialami oleh Rofinus Undu. Warga Kecamatan Elar Selatan ini beberapa waktu lalu tertangkap petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam menebang pohon di kawasan hutan konservasi Likan Telu.

Rofinus pun didenda membayar seekor babi. Tak hanya itu, Rofinus juga mengucapkan sumpah adat di rumah gendang Nancur, Desa Teno Mese, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores pada Jumat (27/2015) lalu.

Ritual sumpah adat disaksikan oleh para tetua kampung dan pejabat dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Ritual sumpah adat ini berisi janji pelaku untuk tidak mengunglangi perbuatannya menebang pohon di kawasan konservasi. Bila nanti perbuatan itu diulang lagi, maka ganjarannya bukan lagi secara adat, tetapi diproses sesuai hukum positif.

Penerapan denda secara adat ini merupakan implementasi dari hasil kesepakatan musyawarah besar terkait konservasi hutan yang melibatkan tiga pilar yaitu pemerintah, masyarkat adat, dan gereja yang digelar di Kisol tahun 2012 lalu.

Paulus Pambut, Kepala Resor Taman Wisata Alam wilayah IV yang meliputi Kecamatan Elar, Sambirampas dan Elar Selatan, menjelaskan sebelum dilaksanakan sumpah adat, terlebih dahulu pelaku penebang pohon, Rofinus Undu diurus di Kantor BKSDA II Ruteng.

Lalu, sejumlah tua-tua adat dari Kampung Nancur bertemu pimpinan BKSDA dan konsultasi dengan lembaga gereja . Dari pertemuan dan konsultasi  tersebut, disepakati penyelesaiannya melalui jalur adat sesuai semangat tiga pilar tersebut. Bahkan kayu balok dan papan yang sudah dipotong dibawa ke Kantor BKSDA oleh pelaku tersebut dengan biaya sendiri.

“Sumpah adat ini dilaksanakan agar pelaku dan warga lainnya mengalami efek jera agar mereka tidak menebang pohon lagi di dalam kawasan hutan konservasi,” jelas Pambut.

Tua-tua adat Kampung Nancur, Barnabas Kandang, Kontan Lada, Bernadus Pandang dan tua adat Kampung Kajan, Aloysisu Logo menegaskan, sumpah adat yang dilaksanakan di rumah adat Nancur sebagai penghargaan besar dari Balai Konservasi Sumber Daya Alama II Ruteng yang melibatkan tua-tua adat untuk menyelesaikan kasus penebangan pohon yang dilakukan oleh warga dari Kampung Nancur ini.

Menurut mereka ini merupakah sejarah pertama BKSDA melibatkan tua-tua adat dalam menyelesaikan permasalahan yang dilakukan warganya terhadap kawasan hutan konservasi di wilayah IV. Selama ini, apabila ada warga yang menebang pohon di kawasan hutan konservasi langsung diproses secara hukum.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Ruteng, Yohanes Ora mengatakan pada tahun 2012, pihaknya menggelar musayawarah besar yang melibatkan gereja dan masyarakat adat sekitar hutan untuk mencari solusi yang tepat dalam menjaga konservasi hutan. Dalam pertemuan yang digelar di Kisol itu salah satu poin kesepakatan adalah memberikan sanski adat untuk pelaku penebangan pohon di kawasn hutan. (Laporan Markus, kontributor Floresa.co Manggarai Timur)

spot_img

Artikel Terkini