Kawal Permainan Kontraktor dan Birokrat dalam Pilkada Manggarai

PilkadaOleh: SILVESTER YUNANI

Sebentar lagi, masa kepemimpinan pasangan bupati dan wakil bupati Manggarai Christian Rotok dan Kamelus Deno akan berakhir.

Pasangan dengan sebutan Credo itu sudah 10 tahun memimpin kabupaten di Flores bagian barat itu.

Pada Desember mendatang, akan kembali di gelar Pilkada langsung untuk ketiga kalinya, setelah dua Pilkada langsung sebelumnya dimenangkan oleh Credo.

Hajatan demokrasi lima tahunan yang sudah digelar dua kali ini memberikan warna tersendiri dalam perkembangan demokrasi di Manggarai.

Pada pilkada 2004 maupun 2010, polarisasi massa sangat jelas, bahkan terjadi letupan konflik. Turbulensi di internal PDIP pada 2004 menjadi konflik pembuka perhelatan pilkada lansung di Manggarai. Pada 2010, letupan kembali terjadi antara masa anarkis dan aparat lantaran perebutan partai non seat  oleh dua paket kala itu.

Mengingat demokrasi adalahh on going proses, konflik kepentingan dalam Pilkada tidak bisa tidak harus ditanggung bersama.

Partisipasi politik dalam dua Pilkada langsung sebelumnya terbilang cukup membanggakan. Meski partisipasi langsung publik sempat mendapat cobaan ketika Pilkada hendak dikembalikan ke DPRD, tetapi publik patut bersyukur karena tetap menggunakan hak pilihnya dalam menentukan pemimpin Manggarai dalam 5 tahun mendatang.

Keputusan pemilih dalam menentukan kandidat yang akan dipilihnya tentu sangat dipengaruhi oleh adu strategi tim-tim sukses kandidat.

Dalam konteks ini, pengaruh kuat kontraktor dan birokrat sudah menjadi rahasia umum.

Keterlibatan dan keberadaan mereka sebagai “tim sukses siluman” ini dipandang penting oleh kandidat untuk melakukan mobilisasi massa dalam pemenangan.

Mereka menjadi penyandang dana kampanye dengan imbalan memperoleh ”perlindungan politik”, pasokan dana, lisensi atau tender proyek pascapilkada.

Pola koncoisme seperti ini sangat berdampak pada politik transaksional dengan modus operandi bagi-bagi paket proyek ataupun rotasi jabatan di birokrasi yang sangat jelas menggunakan rujukan barisan politik Pilkada.

Miris, ketika output infrastruktur (jalan) yang dikerjakan oleh para kontraktor ini memiliki kualitas yang sangat rendah. Hal ini tidak menjadi alasan bagi para penguasa untuk memutus hubungan dengan para kontraktor.

Para kontraktor ini sungguh-sungguh menjadi anak emas pembangunan daerah. Mereka dipelihara dan dirawat dengan baik demi hubungan yang berkelanjutan di hajatan Pilkada selanjutnya.

Di arena birokrasi, kepatuhan yang sangat berlebihan  ditampilkan birokrat demi mempertahankan posisi dan jabatan.

Selama masa kampanye, ada dari birokrar-birokrat ini yang menjadi tim sukses, walaupun UU dan peraturan jelas-jelas telah melarangnya.

Etika keterlibatan PNS dalam politik yang diatur UU sepertinya bukan instrumen yang benar-benar menjamin bebasnya pengaruh PNS, dalam hal ini pejabat-pejabat teras Pemda. Permainan bawah tanah tetap gencar dipraktekan.

Berhadapan fenomena koncoisme ini, masyarakat dituntut serius mengawal proses Pilkada Manggarai mendatang.

Masyarakat tidak perlu takut melapor kepada pihak berwenang atau kepada pers jika tim-tim siluman ini bertindak di luar peraturan perundang-undangan.

Penulis adalah  wartawan freelances di Manggarai

spot_img
spot_img

Artikel Terkini