Pastor: Ada Pengaruh Politik dalam Penetapan Orang Kudus

Mgr Oscar Romero
Mgr Oscar Romero

Floresa.co – Orang kudus atau santo-santa dalam Gereja Katolik memiliki posisi penting. Mereka – yang dipilih berdasarkan penetapan Paus setelah melalui sejumlah proses penelitian –  diyakini punya iman yang kokoh dan mampu menjadi perantara doa-doa kepada Tuhan.

Karena itu pula, dalam Gereja Katolik dikenal apa yang disebut devosi, sebutan untuk doa khusus dengan perantaraan orang kudus tertentu.

Namun, Pastor William Grimm, MM, seorang imam yang bertugas di Jepang dan terkenal dengan tulisan-tulisan kritisnya terhadap Gereja menjelaskan, proses penetapan orang kudus atau yang kenal dengan kanonisasi bukan hanya soal perkara iman.

Kata Pastor Grimm, ada unsur politik yang juga menyetir keputusan Gereja dalam memilih mereka yang dianggap layak menjadi orang kudus.

Hal itu ia tegaskan dalam opininya, “Oscar Romero dan Politik Kanonisasi”, yang diterbitkan pada 5 Februari lalu di Ucanews.com, situs berita Katolik independen bebasis di Bangkok.

Pastor Grimm merujuk pada apa yang terjadi pada Pastor Jerzy Popieluszko dari Polandia dan Uskup Agung San Salvador, Mgr Oscar Romero.

Setelah kematiannya pada 30 Oktober 1984 karena menentang rezim komunis, Pastor Popieluszko dibeatifikasi pada tahun 2010, 25 tahun setelah kematiannya.  Sedangkan Romero, uskup agung yang dikenal tegas dan secara internasional menentang penindasan dan kekerasan pemerintah El-Salvador, baru akan diproses menjadi orang suci setelah 35 tahun  ia ditembak pada 24 Maret 1980.

“Jika Paus Fransiskus yang berasal dari Amerika Latin tidak menindaklanjuti proses tersebut, Romero akan selamanya terkubur dalam dokumen-dokumen di lemari Vatikan seperti halnya namanya yang terukir di katedral di San Salvador,” tulis Pastor Grimm.

Baginya, penundaan terhadap proses beatifikasi Romero merupakan suatu persoalan. Pasalnya Gereja Anglikan dan Gereja Lutheran sudah menetapkan hari dalam kelender untuk menghormati Romero.

Pastor Jerzy Popieluszko
Pastor Jerzy Popieluszko

“Penundaan itu tidak masuk akal karena di seluruh Amerika Latin bahkan di seluruh dunia Romero bahkan sudah dianggap sebagai seorang orang kudus… Gereja Katolik yang ia layani akhirnya harus mengejar ketertinggalan baik dengan umat Katolik sendiri maupun non-Katolik dalam mengakui salah satu martirnya.”

Penundaan tersebut memang tidak terlepas dari siapa yang berkuasa di Roma. Walter G. Moss, seorang professor Emeritus Sejarah di Universitas Michigan, Amerika Serikat pernah menjelaskan, Paus Yohanes Paulus II punya kenangan buruk tentang komunisme.

Komunisme selalu diidentifikasikan dengan tindak kejahatan. Lantas, walaupun kemudian Romero misalnya, bertindak atas nama orang miskin dan terlantar, ia dicurigai. Sebab di Amerika Latin juga berkembang ideologi komunisme dan teologi pembebasan yang dekat dengan ajaran Marxisme. Ideologi kiri tersebut juga bertindak atas nama orang miskin dan mengkritik struktur yang tak adil.

Apa yang disampaikan oleh Moss, tampak diafirmasi oleh Grimm lewat tulisanya.

Grimm menjelaskan, penetapan Popieluszko dan Romero menjadi santo juga tidak terlepas dari masalah politik.

“Popieluszko dan Romero tidak dibunuh karena mereka berdoa. Mereka dibunuh karena doa-doa mereka mendorong mereka untuk menentang sistim politik yang menindas.”

Menurutnya, apa yang dilakukan kedua orang kudus ini adalah tidak lain dari usaha untuk mengoreksi suatu struktur sosial yang membungkam dan menindas orang miskin. Itulah suara kenabian dimana martabat pribadi manusia dan kebaikan bersama ditempatkan lebih tinggi.

“Kepedulian terhadap orang miskin dan hak asasi manusia tidak bisa ditekan dengan kedok menciptakan konsensus di atas kertas atau perdamaian sementara untuk kelompok minoritas yang puas,” tulis Pastor Grimm.

Melihat pertanggungjawaban iman secara personal kepada Tuhan itu, adalah apa yang Grimm garis bawahi sekaligus menjadi kritikannya kepada gereja.

“Gereja tidak akan membuat Romero lebih suci dari orang-orang kudus lainnya. Jawaban mereka  terhadap rahmat Tuhanlah yang menentukannya. Gereja hanya mengakui teladannya dan menyatakan kepada dunia sebagai orang yang layak ditiru, dan itu akan memiliki dampak politis bagi mereka yang percaya,” tulis imam ini.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini