Agar Tidak Terus Ditipu Perusahan Tambang, DPRD Matim Harus Ambil Sikap

Salah satu lokasi tambang di Manggarai Timur (Foto: dok. JPIC-OFM)
Salah satu lokasi tambang di Manggarai Timur (Foto: dok. JPIC-OFM)

Borong, Floresa.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Timur (Matim) perlu segera mengambil sikap terkait masalah perusahaan tambang PT Manggarai Manganese (PT MM) yang menyelundupkan bebatuan hasil tambang dari Kecamatan Elar ke Jakarta.

Hal itu ditegaskan oleh salah satu anggota DPRD Matim, Mensi Anam kepada Floresa.co, Jumat (6/2/2015).

Ia menegaskan, Pemkab Matim sudah ditipu oleh PT MM. Karena itu, kata dia, perlu ada kajian terhadap perusahan itu.

“Kajian ini perlu, apakah aktivitas PT MM sesuai degan izin yang dikeluarkan atau sebaliknya”, tutur Mensi.

Selain itu, lanjutnya, DPRD Matim harus segera turun tangan dalam menyelesaikan persoalan ini.

“Komisi B DPRD Matim harus menggelar rapat kerja dengan Dinas ESDM Matim,” ungkap Mensi.

Hal ini perlu, kata dia, agar pemerintah, wakil rakyat dan seluruh masyarakat Matim tidak dirugikan dan setiap investor yang masuk akan lebih menghargai perjanjian.

“Jangan sampai perusahaan tambang terus-menerus menipu kita,” tegasnya.

Dalam catatan Floresa.co, DPRD Matim terus-menerus bisu terkait isu tambang di daerah itu.

Mensi pun mengakui, bahwa DPRD tidak memiliki sikap tegas terhadap polemik ini.

Apa yang dikatakan Mensi juga diakui oleh anggota DPRD lain di Matim yang dihubungi Floresa.co.

Anggota DPRD tersebut yang meminta agar namanya tidak disebutkan mengakui, hanya satu dua anggota yang sempat bicara soal tambang.

“Tetapi sebagian sepertinya takut. Mungkin karena dekat dengan bupati”, kata anggota DPRD itu.

Ia mengisahkan, tahun lalu, saat ada demo dari Gereja Keuskupan Ruteng terkait kasus tambang, ada rencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Tambang.

“Namun itu sebatas rencana. Setelahnya hilang lagi pembicaraan itu”, katanya.

Data Floresa.co, di NTT, Matim merupakan daerah dengan intensitas konflik tambang terbanyak.

Namun, pemerinah dan DPRD tidak menjadikan masalah ini sebagai prioritas, ditambah dengan lemahnya tekanan publik.

Setelah sebelumnya, konflik memanas di Tumbak, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda dalam kasus dengan PT Aditya Bumi Pertambangan, yang terakhir adalah dengan PT MM.

Pada 18 Januari 2015 lalu, Polres Manggarai Barat (Mabar) menyita 408 kg bebatuan perusahan itu yang hendak dikirim ke Jakarta melalui Banda Komodo, Labuan Bajo.

Polres menyita karena tidak ada izin pengiriman barang tersebut. Setelah uji laboratorium di Jakarta, bebatuan yang dikemas dalam 18 dos itu diketahui mengandung mineral mangan, emas dan perak.

Perusahan itu yang izinnya untuk eksplorasi mangan, sudah tujuh kali mengirim bebatuan serupa dengan pesawat ke Jakarta.

Terkait, izin perusahan ini, bermasalah, karena izin yang diperoleh pada 2009 sudah habis pada 2013. Namun, izin itu kemudian diperpanjang oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Matim, Zakarias Sarong.

Padahal, menurut ketentutan UU No 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara, yang boleh memberikan izin hanya Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), gubernur dan bupati atau walikota.

Ferdy Hasiman, penulis buku Monster Tambang: Gerus Ruang Hidup Warga NTT (2013) menyebut, perusahan itu bisa dengan mudah menipu, karena Bupati Tote bodoh dan tidak mau tahu dengan persoalan di wilayahnya. (ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini