Warga Mabar Jangan Puas Diri, Perjuangan Masih Panjang

Edi Danggur
Edi Danggur

Floresa.co – Warga di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) – Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta untuk tidak puas diri dengan upaya penolakan yang sudah dilakukan saat ini dalam polemik rencana pembangunan hotel di Pantai Pede, Labuan Bajo.

Edi Danggur, advokat dan dosen di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta mengingatkan, jangan merasa menang karena berargumentasi dengan sangat hebat saat bertemu dengan tim dari Pemprov NTT yang datang sosialiasi terkait rencana pembangunan hotel itu di Labuan Bajo pada 17 Januari lalu.

“Semua itu menjadi tidak ada gunanya, bila bupati, wabup dan ketua DPRD tidak mengambil langkah lebih lanjut”, kata Edi kepada Floresa.co di Jakarta, Senin (2/2/2015).

Langkah lebih lanjut itu, kata dia, bukan sekedar menyampaikan penolakan masyarakat Mabar kepada Gubernur NTT Frans Lebu Raya, tetapi berjuang dengan segala daya upaya, yaitu berdasarkan kajian hukum dan kesediaan menyediakan dana agar Pantai Pede menjadi aset Mabar, tak hanya secara de facto tetapi juga secara yuridis.

Ia menegaskan, dalam berdiskusi, tentu tidak boleh berasumsi, seolah-olah dasar hukum perjuangan yang disampaikan jauh lebih valid dibandingkan dengan dasar hukum yang disampaikan oleh gubernur.

“Kalau kita berpikir seperti itu, kita jadi kurang bersemangat untuk mencari argumentasi dan dasar hukum di UU yang lain”, jelasnya.

Menurut Edi, memahami masalah hukum, tidak bisa hanya semata-mata mendasarkan kajian pada satu UU saja, misalnya UU No 8 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat.

Kata dia, berlakunya UU itu harus dikaitkan dengan berlakunya UU lain yaitu UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara.

“Sebab, hukum itu sebagai suatu sistem, tidak bisa dipahami secara parsial. Dengan memahami suatu persoalan secara komprehensif, kita bisa memberikan usulan jalan keluar tepat,” urai Edi.

Ia menjelaskan, UU No 8 Tahun 2003 belum otomatis memberikan hak hukum atau hak atas kepemilikan suatu asset.

“Jadi, tak bisa hanya dengan sebut UU itu, kita langsung klaim bahwa Pantai Pede itu milik Pemkab Mabar”, kata Edi.

Sebab, menurutnya, harus ada perbuatan hukum lain yang menyertainya, yaitu apakah penyerahan dalam konteks tertentu juga melalui jual beli dan sertifikat-sertifikat Pantai Pede itu telah dibalik nama menjadi atas nama Pemkab Mabar, barulah benar-benar aset itu jadi milik Pemkab Mabar.

“Kalau kita berargumen bahwa Pantai Pede itu adalah aset Pemkab Mabar maka itu baru asumsi dan bahkan ilusi karena faktanya ketiga sertifikat atas tanah di Pantai Pede itu masih tertulis atas nama Pemprov NTT,” katanya.

Dalam pernyataan sebelumnya, Edi mengatakan, warga Mabar sesungguhnya belum sungguh-sungguh menang sebelum Pemprov NTT mencabut MoU dengan PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM), investor yang hendak membangun hotel di Pantai Pede, dan kemudian menyerahkan Pantai Pede ke Pemkab Mabar.

“Tapi ini butuh adanya upaya serius dari pemerintah dan DPRD Mabar. Masyarakat tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri, jika memang pemerintah dan DPRD juga memiliki spirit yang sama dengan masyarakat”, tegasnya. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini