Kapasitas Pengetahuan Bupati Tote dan Kadis ESDM Terkait Tambang Diragukan

Bupati Manggarai Timur, Yosep Tote (Foto: Ist)
Bupati Manggarai Timur, Yosep Tote (Foto: Ist)

Floresa.co – Pernyataan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Manggarai Timur (Kadis ESDM Matim) Zakarias Sarong yang seolah hanya mempersalahkan PT Manggarai Manganese (MM) dalam kasus pengiriman barang tambang mendapat kritikan dari Edi Danggur, Advokat sekaligus Dosen di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta.

Ia menyebut, Sarong dan stafnya di Dinas ESDM, juga Bupati Yosep Tote harus intropeksi diri, karena masalah itu bisa jadi dipicu oleh pemahaman mereka tentang dunia pertambangan yang masih sangat minim.

Sebagaimana diberitakan, sebelumnya, Sarong mempersalahkan PT MM yang tidak pernah minta surat pengantar untuk pengiriman barang tambang ke luar dari wilayah Matim.

“Seharusnya pihak PT MM melapor terlebih dahulu ke dinas, agar bisa dikeluarkan surat pengantar. Jangan tunggu ditangkap baru dikeluarkan surat,” jelas Sarong.

Barang tambang milik PT MM, disita oleh polisi di Labuan Bajo pada 18 Januari lalu. Barang berupa batu-batuan dengan berat 408 kg itu diklaim oleh PT MM sebagai mangan, namun polisi menduga batu-batu itu adalah emas.

Kurir dari perusahan jasa pengiriman barang KGP mengatakan saat diperiksa polisi di Labuan Bajo, PT MM sudah tujuh kali mengirim barang serupa ke Jakarta.

Menurut Sarong, selama ini PT MM tidak pernah meminta surat ke dinas yang dipimpinnya saat hendak mengirim barang tambang.

Edi mengatakan kepada Floresa.co, Kamis, (22/1/15), kasus yang terjadi dengan PT MM muncul karena pejabat di Matim, terutama Dinas ESDM selaku dinas teknis tidak menjalankan peran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ia pun meragukan kompetensi Tote, Sarong dan staf pada Dinas ESDM Matim lainnya dalam hal pembinaan, penggarisan pedoman, dan pelaksanaan usaha pertambangan di wilayah Matim.

“Bagaimana mungkin menegakan aturan main dalam pelaksanaan usaha pertambangan, pengangkutan dan penjualan barang tambang kalau aparat pemerintahnya sendiri tidak tahu seluk-beluk aturannya, terkait apa yang harus dibina, pedoman seperti apa yang harus diberikan dan hal-hal apa saja yang harus diawasi”, tuturnya.

Dia menjelaskan, Bupati melalui Dinas teknis terkait yaitu Dinas ESDM memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pembinaan, menggariskan pedoman dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di wilayahnya.

Pembinaan, jelasnya, dilakukan dengan cara memberikan pedoman dan standar dalam pelaksanaan pengolahan usaha pertambangan, baik berupa pedoman tata laksana maupun pedoman pelaksanaan, yang meliputi pedoman teknis pertambangan dan pedoman evaluasi terhadap pengangkutan dan penjualan.

Setelah dilakukan pembinaan, tuturnya, bupati melalu dinas terkait tersebut melakukan pengawasan menyangkut teknis pertambangan, jumlah, jenis dan mutu hasil usah pertambangan.

“Pengawasan bisa dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap laporan resmi mengenai cara dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, tetapi jauh lebih penting lagi adalah dengan melakukan inspeksi secara langsung ke lokasi IUP”, katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Dinas ESDM harus bisa memastikan adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan operasi pertambangan dan kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan pengangkutan dan penjualan.

“Sebab, perencanaan operasi pertambangan, pengangkutan dan penjualan bahan tambang dilakukan oleh pemegang IUP sebelum melakukan penambangan dan disetujui bupati melalui dinas teknis”, ujarnya.

“Dan pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh inspektur tambang, yang dalam melakukan tugasnya itu dia berhak memasuki lokasi usaha pertambangan”, pungkasnya.

Ia menambahkan, terkait dengan hal ini, Menteri ESDM dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Program Pendidikan dan Pelatihan Teknis di Bidang Geologi dan Pertambangan bagi aparatur dinas ESDM.

“Program Diklat Teknis di bidang geologi dan pertambangan itu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan serta kualifikasi aparatur, terutama aparatur Pemda yang akan ditempatkan atau menduduki jabatan struktur dan fungsional di lingkungan Dinas ESDM”, tambahnya.

Program Diklat Teknis itu, lanjut Edi, merupakan salah satu persyaratan jabatan bagi aparatur Pemda yang bertugas maupun yang akan ditugaskan di lingkungan Dinas ESDM.

Dengan kata lain, tanpa Sertifikat Diklat Teknis itu, jelasnya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak boleh ditempatkan di Dinas ESDM, apalagi menjadi Kadis ESDM.

Edi mengurai, Program Diklat Teknis Terkait mempunyai tingkatan-tingkatan, antara lain, Pertama, tingkat C-1 untuk aparatur yang memiliki ijazah SMA atau sederajat. Kedua, tingkat C-2 untuk aparatur yang Sarjana/Sarjana Muda dan Sarjana di luar Sarjana Geologi/Pertambangan yang potensial untuk menduduki jabatan Eselon V.

Ketiga, tingkat C untuk pejabat Eselon IV atau Sarjana Geologi/ Pertambangan atau telah memiliki Sertifikat Tingkat C-2 atau yang berpotensi untuk menduduki jabatan Eselon IV.

Keempat, tingkat B untuk pejabat Eselon III atau yang berpotensi untuk menduduki jabatan Eselon III, yang telah memiliki Sertifikat Tingkat C.
Kelima, tingkat AB untuk pejabat Eselon II yang belum memiliki Sertifikat Tingkat B.

Keenam, tingkat A untuk pejabat Eselon II atau yang berpotensi untuk menduduki jabatan Eselon II dan telah memiliki Sertifikat Tingkat B.

“Dengan telah mengikuti Program Diklat Teknis tersebut, diharapkan aparat Dinas ESDM selaku pengawas diharapkan mempunyai kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha tambang”, katanya.

“Kalau sebaliknya yang terjadi, yang diawasi yaitu pengusaha justeru lebih kompeten dari aparat pengawas, maka si pengawas akan gagap dan aturan main pun sulit ditegakkan”, ungkapnya.

Maka, dalam persoalan ini, katanya, Pemda Matim harus memiliki pengetahuan soal regulasi dan kemampuan teknis soal pertambangan.

Apalagi posisi pemerintah, jelas dia, dalam rezim IUP yang berlaku saat ini, Pemda memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha tambang.

“Tidak seperti sebelumnya, ketika masih dikuasai rezim kuasa pertambangan, kedudukan aparatur pemerintah dan pengusaha sejajar dan didominasi oleh hukum keperdataan,” jelas Edi.

“Masalahnya, apakah Kadis dan staf pada Dinas ESDM Matim mempunyai kompetensi untuk melakukan kegiatan pembinaan, menggariskan pedoman dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di wilayahnya?” (ARJ/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini