JPIC SVD Ungkap Sejumlah Pelanggaran Terkait Izin PT MM

Tenda milik PT MM di lokasi eksplorasi mereka di Kecamatan Elar (Foto: Satria/Floresa)
Tenda milik PT MM di lokasi eksplorasi mereka di Kecamatan Elar (Foto: Satria/Floresa)

Floresa.co – Penahanan barang tambang milik PT Manggarai Manganese (MM) yang diduga mengandung biji emas oleh Kepolisian Resort Manggarai Barat (Polres Mabar) pada Kamis (8/1/2015) lalu memicu munculnya sejumlah fakta pelanggaran terkait izin perusahaan tersebut.

Pastor Simon Suban Tukan SVD, Ketua Komisi Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) SVD Ruteng menyoroti persoalan manipulasi data oleh Pemkab Matim dan PT MM, terkait kandungan mineral di wilayah konsensi.

“Data geologi yang kami pegang dari penelitian para geolog di Elar, ada 24.000 hektar terindikasi (mengandung) emas. Tetapi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan terkait mineral mangan,”  katanya kepada Floresa.co, Selasa (13/1/2015).

Tak hanya hanya itu, ia juga menemukan kejanggalan lain terkait arah kebijakan pembanguan di Kabupaten Manggarai Timur.

“Kebijakan Pemerintah menurut saya amburadul dan tumpang tindih. Karena di kawasan yang sama, di puncak gunungnya diberi IUP untuk tambang kepada PT MM, tetapi di lerang gunung yang sama dibangun bendungan dengan proyek sekitar Rp 40 miliar dari APBN untuk sekitar 1.000 lebih hektar sawah di dataran Buntal,” ujarnya.

IUP yang diberikan ke PT MM, menurut pastor yang aktif mengkritisi kebijakan pertambangan di Manggarai Timur ini, juga berada di area hutan lindung Sawe Sange, Register (RTK) 141 dan hutan Pota RTK 101. Selain itu, katanya, PT MM merampas hutan adat milik Persekutuan Adat Rembong, Komunitas Golo Lebo.

“Luas area yang diberikan kepada PT MM, (sebesar) 23. 010 hektar, mengindikasikan bahwa Pemkab Matim tukang gadai wilayahnya untuk hal yg menghancurkan masyarakat,” ujar Pastor Simon.

Lebih lanjut, Pastor Simon mengatakan, tahun 2013, IUP Eksplorasi PT MM sudah habis masa berlakuknya. Tapi anehnya, IUP eksplorasi tersebut diperpanjang oleh Kepala Dinas ESDM Manggarai Timur, dan kata dia, hal itu tanpa sepengetahuan bupati.

” Ini menandakan bahwa pemerintahan di Matim berjalan tanpa koordinasi yang jelas, atau karena masing-masing pihak tidak paham fungsi dan wewenangnya dalam pemerintahan,” ujarnya.

Padaha, katanya, menurut UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, IUP baik eksplorasi maupun produksi hanya diberikan oleh menteri, gubernur dan bupati atau walikota. (PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini