Dosen di Aceh Diancam Dibunuh Setelah Ajak Mahasiswa Diskusi di Gereja

intoleransiFloresa.co – Seorang dosen perempuan bergama Islam di Provinsi Aceh mendapat ancaman setelah dirinya diketahui mengajak mahasiswanya berdiskusi di dalam gereja, sebagian bagian dari upaya dia mengenal persepsi agama lain tentang persoalan gender.

Dr Rosnida Sari, staf pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh itu kini sedang berada dalam tekanan.

Informasi terkait tindakannya mengajak mahasiswa diskusi di gereja terungkap setelah ia menulis sebuah artikel di situs Australia Plus, sebuah konsorsium layanan berita yang fokus pada isu tentang hubungan Australia dengan negara-negara lain termasuk Indonesia.

Dalam artikel tersebut yang terbit pada Senin (5/1/2014), ia menulis tentang dampak positif yang ia petik dari diskusi lintas iman itu.

“Selain untuk tahu tentang relasi laki-laki dan perempuan di agama mereka (Kristen), saya juga ingin agar tidak ada ketidaknyamanan mahasiswa pada mereka yang beragama berbeda. Tujuannya tentu saja agar terjadi kesalingpahaman di antara mereka, menghilangkan prasangka yang sudah dibentuk oleh media (Koran dan TV) atau saat mendengar perbincangan orang lain,” demikian petikan dari tulisannya  yang berjudul “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di Banda Aceh.” (Baca tulisan lengkap Rosnida di sini)

Namun hal itu ternyata disambut dengan kemarahan warga di Aceh. Rosnida pun akhirnya mendapat ancaman dan intimidasi. Sehari setelah artikel itu dimuat, Rosnida di-bully melalui Facebook, hingga akunnya ditutup.

Di tempat mengajarnya, Rosnida pun mendapat ancaman sanksi. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Abdul Rani Usman menyatakan meminta maaf kepada masyarakat Aceh yang terganggu dengan persoalan tersebut.

Pihaknya juga akan melakukan tindakan akademik agar tidak terulang kembali di masa akan datang, antara lain mengevaluasi Rosnida terkait keberlanjutan proses perkuliahan yang diasuh. Selain itu, tambah Abdul Rani, pihaknya memberikan waktu kepada Rosnida untuk memberikan klarifikasi kepada media dan menjelaskan pada masyarakat.

UIN Ar-Raniry, kata dia, akan mempertegas proses izin belajar ke lapangan maupun studi banding bagi mahasiswa, ke tempat yang dianggap sensitif bagi sosial budaya masyarakat Aceh.

Namun, apa yang menimpa Rosnida disesalkan oleh kalangan pejuang HAM. Sejumlah organisasi yang tergabung dalam  koalisi “Masyarakat Sipil Indonesia” menegaskan, apa yang dilakukan Rosnida sebenarnya hal positif dan “sangat relevan dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat plural terutama dalam hal suku dan agama”.

“Kasus ini adalah puncak gunung es dari semakin menipisnya toleransi di tingkat masyarakat bahkan sudah menjadi ancaman bagi kebebasan akademis di satu pihak dan tidak hadirnya negara untuk melindungi mereka yang menjadi korban intoleransi di pihak lain,“ kata mereka dalam sebuah pernyataan yang diterima Floresa.co, Kamis (8/1/2014).

Mereka menilai, apa yang menimpa Rosnida sangat mengkhawatirkan dan pada gilirannya akan menghambat usaha-usaha membangun perdamaian dan memupuk kembali nilai-nilai toleransi yang sedang diupayakan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.

Koalisi ini pun meminta Presiden Jokowi memberi perhatain serius terhadap kasus ini, sebagai realisasi visi misinya yang mengedepankan prinsip “negara hadir.”

“Berdasarkan hal itulah, maka kami yang merupakan bagian dari masyarakat sipil di Indonesia menuntut agar negara hadir dan bertindak untuk melindungi rakyatnya dari ancaman kekerasan baik itu di wilayah akademis maupun di wilayah publik lainnya,” tegas mereka. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini