Ketersediaan Lahan Jadi Kendala Pengembangan Industri Garam di NTT

Ilustrasi
Ilustrasi

Floresa.co – Pengembangan industri garam di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami masalah terutama terkait pembebasan lahan yang akan dijadikan lokasi industri, demikian kata pejabar di dinas perindustrian dan perdangan provinsi tersebut.

“Hal ini disebabkan penyelesaian status tanah yang memakan waktu yang lama,” kata Bruno Kupok, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT, Sabtu (27/12/2014), sebagaimana dilansir Flobamora.net.

Saat ini, sebagai tindak lanjut upaya pemerintah menjadikan NTT sebagai salah satu daerah penyanggah garam nasional, telah ditetapkan dua lokasi industri garam, yaitu di Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Kupang.

Menurut Bruno, untuk lokasi di Mbay, Nagekeo sudah tak ada masalah lagi. Pemerintah kabupaten setempat, telah melakukan pendekatan dengan suku-suku pemilik tanah, sehingga tahun 2015 ini sudah bisa beroperasi.

Dia mengatakan, untuk tahap awal industri garam di Mbay membutuhkan lahan seluas 430 hektare, dari 1000 yang dmintakan. Dan hal itu sudah dipenuhi  pemerintah daerah setempat.

“Sementara lokasi industri garam di Kabupaten Kupang, sedang dalam proses penyelesaian surat-surat tanah oleh Kementerian Pertanahan dan Agraria,” katanya.

Menurutnya, lokasi yang akan digunakan itu sebelumnya dimanfaatkan oleh PT Panggung Guna Ganda Semesta. Sementara perusahaan yang menggunakan untuk industri garam sekarang adalah PT Garam Indonesia.

Sehubungan dengan lokasi sudah lama tidak digunakan, kata dia, pemerintah kabupaten dapat mengusulkan lokasi ini menjadi tanah telantar, kemudian pemerintah mengambilalihnya untuk dijadikan lokasi industri.

Bruno mengaku, NTT menjadi salah satu daerah penyanggah garam nasional karena potensi garam di daerah ini cukup besar. Hampir semua kabupaten memiliki potensi ini. (ARL/Floresa)

 

spot_img
spot_img

Artikel Terkini