Polisi: Tidak Ada Kerugian Negara Terkait Dugaan Korupsi 21 M di Matim

Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Eddy
Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Eddy

Floresa.co – Kasus dugaan korupsi 21 miliar dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2012 di Kabupaten Manggarai Timur ternyata sudah selesai diselidiki Polres Manggarai. Pihak Polres mengaku, mereka tidak menemukan adanya kerugian negara.

Kasat Reskrim Iptu Edy mengatakan pada Selasa (9/12/2014), pihaknya sudah melalui semua rangkaian proses hukum.

Mereka antara lain sudah memeriksa Badan Anggaran DPRD Matim, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan, dan Aset Daerah (PPKAD), Direktorat Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Bulan Agustus lalu kami sudah menyampaikan ke pelapor, kami temukan tidak menyebabkan kerugian keuangan negara atas rekomendasi BPK,” tegas Edy.

Sebelumnya, kasus ini dilaporkan oleh anggota DPRD Matim fraksi PDI-P, termasuk Niko Martin saat ia masih menjabat sebagai anggota DPRD periode 2019-2014.

Menanggapi hasil penyelididkan Polres Manggarai, Niko Martin mengaku kecewa. Ia menegaskan, dirinya menduga ada kongkalikong antara pihak Polres dengan Pemkab Matim.

Salah satu indikasinya, kata dia, terkait pengadaan mobil Pajero Sport untuk Polres, padahal mereka sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi 21 miliar itu.

“Pengadaan mobil itu yang dilakukan tanpa sepengetahuan DPRD menjadi indikasi kuat ada kongkalikong. Diam-diam pemerintah berikan mobil itu. Tidak mungkin tidak ada efeknya bagi penanganan kasus itu”, kata Niko kepada Floresa.co, Rabu.

Ia juga mengaku heran, bagaimana mungkin tidak ditemukan penyalahgunaan uang negara, padahal, misalnya terkait pengerjaan 11 paket proyek bermasalah, sudah jelas dikatakan dalam audit BPK.

Ia menyebut salah satu contoh misalnya, dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawabab (LKPJ) 2012 dijelaskah bahwa jalan dari Lehong ke Jengok dan Jati di Kecamatan Borong, dengan rincian lapen 5.833 meter dan telfor 4.666 meter sudah dikerjakan.

“Padahal di lapangan lapennya nol meter, sementara telfor hanya sekitar 300 meter. Uang yang sudah dikeluarkan untuk proyek itu 4 miliar lebih”, kata Niko.

“Bagaimana hal seperti itu tidak dianggap sebagai kerugian negara. Saya sudah beberapa kali minta Polres Manggarai cek langsung ke lokasi. Tapi, mereka tidak pernah datang,” katanya.

Ia menegaskan, kasus ini tidak berhenti hanya dengan penyelidikan Polres Manggarai.

“Kami sudah lapor kasus ini juga ke KPK. Dan, kami akan surati lagi KPK untuk tindak lanjut kasus ini.”

Dalam catatan Floresa.co fenomena ambil alih penyelidikan kasus korupsi dari kepolisian atau kejaksaan oleh KPK sudah jamak terjadi, terutama jika pelapor tidak puas dengan hasil penyelidikan dua institusi itu.

Di NTT, salah satu contoh kasus adalah korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Pemprov NTT pada 2007 yang telah menyeret tersangka Marthen Dira Tome Bupati Sabu Raijua beberapa waktu lalu.

Mathern diduga melakukan korupsi saat masih menjabat sebagai Kepala Subdinas PLS Provinsi NTT.

Kasus ini diambil alih KPK, setelah mandeg di kejaksaan. (ADB?ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini