Tak Temukan Tanda-Tanda Disodomi, Terdakwa Kasus JIS Minta Dibebaskan

Yohanes Tangur (tengah), kuasa hukum Zainal Abidin Bin Subrata
Yohanes Tangur (tengah), kuasa hukum Zainal Abidin Bin Subrata

Floresa.co – Para hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan didesak segera membebaskan para terdakwa kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) dari jeruji besi.

Pasalnya, hingga kini sudah menjalankan 18 kali persidangan dan tidak ada satu pun barang bukti dan saksi-saksi yang menyatakan bahwa para terdakwa pernah melakukan sodomi atau kekerasan seksual pada korban MAK seperti yang di Dakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kepada Floresa.co, Selasa (2/12/14), Yohanes Tangur kuasa hukum Zainal Abidin Bin Ali Subrata, seorang terdakwa kasus kekerasan seksual tersebut meminta majelis hakim untuk segera mempertimbangkan kesaksian para saksi ahli yang pernah hadir dalam persidangan.

Sebab, kata dia, hingga kini belum ada kesaksian yang menyebutkan Zainal, kliennya pernah melakukan sodomi terhadap korban MAK.

“Saya minta majelis hakim segera membebaskan terdakwa dari jeruji besi dengan mempertimbangkan kesaksian ahli sebelumnya yang belum menemukan bahwa mereka pernah melakukan sodomi terhadap korban MAK,” tegas Yohanes.

Yohanes menambahkan, dalam sidang lanjutan pengambilan keterangan saksi ahli yang berlangsung, Senin (1/12/14) kemarin, mereka telah menghadirkan dokter Evi Kuntoro, Ahli Patologi dari Universitas Atmajaya Jakarta dan Christopher John Cooner, seorang detectif yang juga Ahli Investigasi Anak asal Australia.

Dalam kesaksiannya, Dokter Evi yang pernah melakukan autopsi 5500 jenasah dan korban kekerasan seksual pada anak itu, menyebutkan ia tidak bisa menyimpulkan adanya kejahatan seksual yang terjadi pada korban MAK. Hal ini dikarenakan ia tidak menemukan luka-luka akibat kekerasan seksual pada korban.

Sementara itu, Christopher, yang  hingga ini bekerja membantu kepolisian Amerika Serikat, Inggris, Swedia dan Filiphina ini menyatakan, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat Polda Metro Jaya terhadap kasus ini malah akan membuat korban MAK mengalami trauma di kemudian hari.

Hal tersebut terjadi karena korban MAK beberapa kali dibawa kembali ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) oleh para penyidik Polda Metro Jaya dan keluargannya.

“Contoh, temannya mengalamai kekerasan seksual dan cerita tersebut diulang berkali-kali. Dalam waktu beberapa minggu kemudian apabila ditanyai oleh orang lain maka cerita tersebut diakui dialah yang mengalami kekerasan seksual tersebut,” ungkap Christopher seperti diceritakan Yohanes.

Anak Taman Kanak-Kanak (TKK) seperti MAK, kata Christopher, tidak boleh membawanya berulang kali ke TKP karena akan mengakibatkan trauma bagi perkembangannya.

“Seharusnya saat wawancara korban pertama kali pada kasus ini harus di rekam (video), agar ia tak wajib ke TKP lagi,” lanjut Christopher.

Kematian Terdakwa Saat Dipenjara Perlu Diselidiki Lagi

Sementara itu, kematian salah seorang terdakwa kasus JIS saat sedang menjalani hukuman kurungan beberapa waktu lalu menuai sorotan sejumlah orang, termasuk di antaranya seorang saksi yang hadir dalam sidang lanjutan pengambilan keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (1/12/14) kemarin.

Diketahui, para terdakwa masing-masing, Awan, Agun, Zainal, Syahrial, dan Afrischa alias Ica. Sementara, Aswar salah seorang pelaku lainnya sudah meninggal dunia  saat proses penyidikan di Polda Metro Jaya. Ia salah satu pekerja kebersihan di JIS.

Yohanes Tangur di depan majelis hakim Dokter Evi Kuntoro, Ahli Patalogi dari Universitas Atmajaya Jakarta menyatakan, seharusnya jasat Aswar diotopsi walau tidak diperkenankan pihak keluarga.

Menurut Evi Kuntoro, hal ini dibuat untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian Aswar. Selain itu, autopsi dibuat untuk menghindari tuduhan dari siapa pun kepada pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya perihal kematian korban.

Lebih lanjut, kata dokter yang telah meng-autopsi 5.500 jenazah dan korban kekerasan seksual pada anak itu, mengungkapkan, pihaknya tidak bisa menyimpulkan adanya kekerasan seksual pada korban MAK. Hal itu dikarenakan, ia tidak menenmukan luka-luka akibat kekerasan seksual pada korban.

Selain diminta untuk diselidiki kembali soal kematian Aswar, tim kuasa hukum terdakwa juga menghadirkan Chairul Huda, Ahli hukum pidana dan acara pidana dari Universitas Muhamadya Jakarta. Di depan majelis hakim Chairul menyatakan, dalam hukum acara pidana dikenal dengan Asas In Dubio Pro Reo.

Asas ini memiliki arti, jika ada keraguan mengenai kebersalahan seseorang maka putusan yang diambil adalah menguntungkan yakni membebaskan terdakwa.

Terhadap kesaksian tersebut, Yohanes Tangur menyatakan, hingga sidang pada senin kemarin mereka sudah menjalankan 18 kali persidangan. Ia mengakui hingga kini belum ada kesaksian dan alat bukti  yang menyebutkan Zainal kliennya pernah melakukan kekerasan seksual terhadap korban MAK.

Karena itu ia meminta majelis hakim untuk segera membebaskan para terdakwa dari kurungan. Sebab mereka sudah menjalani hukuman kurungan selama 8 bulan mulai 26 April lalu. (ADB/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini