Pak Gubernur: Pengecut yang Butuh Revolusi Mental?

Eras BaumOleh: ERAS BAUM, Pemuda asal Manggarai Timur

Ada-ada saja berita unik. Misal saja, terbitan Floresa.co, bahwa orang nomor satu di NTT alias Gubernur memilih kabur dari kantornya ketika hendak ditemui oleh perwakilan mahasiswa di Kupang, yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Manggarai Raya (Formaya), Kamis, (6/11/2014).

Pembaca mungkin ada yang omong  di hati, “Ah soal itu tidak usah diberitakan, dong: Gitu aja kok repot. Seseorang di Facebook, Na Fhiyan menulis, “Itu lebih bagus dari pada dengarin orang demo pusing….”  Bagaimana kalau sampai dibaca oleh banyak orang di Indonesia, lalu lebih lanjut diberi judul, “NTT Dipimpin oleh Pengecut!”  Apa tidak ada berita lain yang lebih bermanfaat, misalnya tentang “Produksi Beras NTT Tak Penuhi Kebutuhan.”

Tapi, komentar orang lain bisa berbunyi lain lagi, meskipun sama-sama berdasar pada ‘begitu aja kok repot’. Yakni: emang di NTT cuma kepala daerah tingkat I yang pengecut? Tidak benar kalau dia pemegang monopoli kepengecutan. Bisa-bisa banyak  kepala daerah tingkat II protes karena tidak dapat jatah jadi juara pengecut. Mereka bisa tersinggung, marah, merasa dianaktirikan, lalu mau jadi anak kandung dan berlaku seenaknya saat mengambil kebijakan agar bisa jadi juara. Yah, juara Pengecut!

Kalau tidak percaya, silahkan blusukan ke berbagai media atau cek saja keadaan di berbagai wilayah di NTT. Kalau kita adakan perlombaan kepengecutan, memang, mungkin yah,  banyak pemimpin di NTT bisa jadi juara. Saya turunkan saja judul berita lama, “Terkorup, NTT jadi Provinsi Termiskin (Jpnn.com) . Atau, komentar si Raja Minyak dari Medan, Ruhut Sitompul, “NTT, Provinsi  yang  Kacau Balau.  Nah, “Bupati Lembata Dinilai Tidak Becus Urus Rakyat”  (Floresa.co). “ Rotok Tidak Memahami Perannya Sebagai Bupati” (Floresa.co/). “ Bupati Alor, Korupsi Dana Hibah, juga dari Floresa.co.

Berita-berita itu menunjukkan, pemimpin-pemimpin itu pengecut. Tapi yah mau bagaimana lagi, mereka memang pengecut! Pembaca bisa tambahkan lagi pengecut-pengecut lainnya. Memang cukup berat tugas para ‘juri’, bukan hanya karena kuantitas ‘objek’ penjuriannya yang melimpah, tapi terutama karena kualitas kepengecutan yang nyaris tak terukur tingginya.

Kembali ke Pak Frans. Masa  iya, Formaya yang menggelar aksi demonstrasi di kantor gubernur, ingin sekali beraudiensi dengannya, untuk menyatakan sikap menolak privatisasi Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, tapi si Pak yang terhormati itu tak mau dijumpai?  Yah,  lari. Takut Siapa? Masa iya, takut sama Boni Jehadin, Adrianus Gandung, Dedi Sirgius, dan kawan-kawan lainnya? Bukankah mereka ini Rakyat NTT, orang baik-baik yang peduli pada Rakyat Labuan? Masa iya, Pak Lebu Raya yang mau membela rakyat, takut sama Rakyat? Yah, kalau dia takut, paling gampang dimengerti, bila ia menganggap Formaya sebagai musuh, sebagai ancaman. Ancaman atas apa? Paling, atas  kepentingannya sendiri yang dikorek, dibongkar oleh kawan-kawan Formaya. Atau, kata Irvan Kurniawan, “Gubernur tidak bertanggungjawab atas kebijakanya sendiri”. Kebijakan apa lagi kalau bukan soal Privatisasi Pantai Pede?

Tapi, apa iya, bangsa yang berkebudayaan tinggi macam kita ini, yang akhir-akhir ini tengah bergerak ke arah yang lebih baik, yang hari-hari ini bergerak dengan semboyan keren dan dahsyat, “Revolusi Mental-nya”, ditarik mundur oleh orang-orang macam Lebu Raya? Kalau iya, jangan-jangan gagasan Revolusi mental nantinya mental di kepala-(kepala) Daerah? Buktinya, Lebu Raya sudah buat begitu.

Sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi, yang sedang bergerak merevolusi mental kita, sudah selayaknya  kebencian dan permusuhan kita terhadap setiap kepengecutan ditinggikan setinggi-tingginya! Siapa tahu, kita bisa cerita bebas dengan pemimpin, bersapa mesra, keadilan terus ditingkatkan, kedamaian terjaga juga keutuhan ciptaan terpelihara. Dengan demikian, kepengecutan kita dan terutama kepengecutan pemimpin kita bersih dari NTT, dari Negara-Bangsa Indonesia. Masa Iya, ketemu rakyat takut? Jokowi sering memecahkan persoalan di tempat makan bersama rakyat!

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini