Walhi NTT: Bela PT Nusa Lontar, Pemkab Belu Abaikan Rakyat

Melky Nahar, Manager Kampanye Tambang dan Energi Walhi NTT
Melky Nahar, Manager Kampanye Tambang dan Energi Walhi NTT

Floresa.co – Sikap masa bodoh Pemerintah Kabupaten Belu (Pemkab Belu), Nusa  Tenggara Timur (NTT) yang membiarkan PT Nusa Lontar Resources tetap beroperasi di Dusun Ai Tameak, Desa Ekin, Kecamatan Lamaknen Selatan menuai kecaman.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Nusa Tenggara Timur menilai Pemkab Belu tidak memiliki itikad baik menyikapi perjuangan masyarakat, gereja, LSM, dan mahasiswa yang memprotes kebijakan industri ektraktif di wilayah itu.

Bahkan, janji akan mengkaji aktivis PT Nusa Lontar yang pernah dilontarkan Pemkab Belu melalui Pjs Belu, Wilem Foni beberapa waktu lalu, dianggap hanya pepesan kosong.

“Pemkab Belu telah membohongi pihak gereja, mahasiswa, NGO dan masyarakat bahwa akan mengkaji kembali kebijakan pertambangan di Ai Tameak,” ungkap Melky Nahar, Manager Kampanye Tambang dan Energi WAalhi NTT kepada Floresa.co, Rabu (5/11/2014).

Menurut Melky, janji untuk mengkaji kembali kehadiran PT Nusa Lontar dilontarkan Pemkab Belu karena derasnya tuntutan masyarakat, gereja, NGO, dan mahasiswa yang terwadah dalam G-Pro-K beberapa waktu lalu.

“Fakta hari ini, Pemkab Belu belum melakukan kajian soal dampak kehadiran PT Nusa Lontar  dan pada saat yang sama membiarkan perusahaan mengobrak-abrik tanah ulayat warga Ai Tameak,” kata Melky.

Terhadap kondisi ini, demikian Melky, tergambar jelas Pemkab Belu memang tidak responsif dengan persoalan masyarakat yang terus dijajah perusahaan tambang.

“Pemkab Belu lebih responsif dengan para korporasi tambang, sementara suara masyarakat sama sekali tidak didengar,” ungkapnya dengan nada kesal.

PT Nusa Lontar sudah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Bupati Belu pada 2011. IUP tersebut meliputi tiga desa yakni Desa Ekin, Desa Sisifatuberal dan Desa Lutarato,. Ketiganya berada di Kecamatan Lamaknen Selatan dengan luas wilayah konsensi mencapai 967 km2.

Aktivitas perusahaan tersebut mendapat penolakan dari masyarakat, gereja, NGO, mahasiswa.

Penolakan tersebut salah satu faktor karena perusahaan beroperasi tepat di pemukiman warga. Akibatnya, ada warga dan anak-anak yang menderia luka dan gatal-gatal di alat kelamin, kulit kepala, telinga, betis dan kulit perut.

Kuat dugaan, penyakit gatal-gatal yang menyebabkan luka tersebut akibat limbah tambang PT Nusa Lontar yang dekat dengan daerah aliran sungai yang sehari-hari dimanfaatkan warga untuk air minum dan mandi. (RND/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini