Mendoakan Arwah

doaOleh: PASTOR MARKUS MARLON MSC

Benar bahwa hidup manusia itu bagaikan jam berdentang. Sekali jarumnya diputar, suatu saat akan berhenti berdetak.Mungkin tengah malam, pagi hari, siang, sore atau bahkan petang.

Kalau kita lihat telapak tangan kita ada garis yang membentuk huruf  M, diingatkan bahwa “Manusia Mesti Mati.”Begitu juga ketika berziarah ke pekuburan di sana ada tulisan, “Homo, memento vivere, memento mori” – Hai manusia, ingatlah akan hidupmu dan ingatlah ingatlah akan kematianmu, “Remember you will die” (Dalam buku yang berjudul, “Ruah 2014 Sabda yang Menyegarkan Oktober – November – Desember” hlm. 135).

Hal yang sama dikatakan oleh Horatius (65 – 8 seb. M), “Pallida mors aequo pulsat pede pauperum tabernas/regumque turres” – dengan langkah yang sama, kematian yang tanpa warna mengetuk gubuk si miskin maupun benteng sang raja.

Surat Paulus kepada jemaat di Korintus yang berbunyi,  “sebab andaikata benar orang mati tidak dibangkitkan maka Kristus pun tidak dibangkitkan. Dan kalau Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah kepercayaanmu…” (1 Kor 15: 13 – 14) menguatkan iman kita bahwa ada kebangkitan. Dan sejak awal mula, Gereja meyakini bahwa hidup kita tidak dilenyapkan  oleh kematian, melainkan diubah (Bdk. Doa Syukur Agung I).

“Ada kehidupan sesudah kematian” itulah ungkapan yang sering kita dengar atau – bahkan – sering kita ucapkan sendiri. Memang, pada saat kematian, tubuh kita lebur bersama ibu pertiwi, tetapi jiwa kita bersatu bersama para kudus di surga.

Yang meninggal dengan Kristus tidak akan binasa melainkan akan mengalami kehidupan baru, “Jika kita mati dengan Dia kita pun akan hidup dengan Dia” (2 Tim 2: 11).  Paham itulah yang membuat kita meyakini ada persekutuan umat beriman (communio sanctorum).  Semua anggota Gereja saling mendoakan dan bersatu dalam doa.

Kita memang menjadi sadar bahwa “doa adalah kekuatan.” Nabi Musa mendoakan bangsa Israel, sehingga mereka menang perang. Nabi Elia mendoakan anak si janda dari Sarfat sehingga bisa hidup kembali. St. Monica (331 – 387)  mendoakan St. Agustinus (354 – 430) sehingga  bertobat serta menjadi guru Gereja.

Demikian pula doa untuk arwah. Arwah yang meninggal dunia – kebanyakan – masih dalam keadaan dosa. Kita bersyukur karena Gereja menyediakan waktu istimewa untuk orang beriman yang sudah meninggal.

Dalam diri kaum beriman ada keyakinan bahwa dalam kematian ada ketenangan –  in morte quies!  Gereja juga secara istimewa mengadakan misa requiem atau misa defuctorum – misa arwah bagi umat yang telah meninggal dunia.

Dalam rangka Hari Raya memperingati arwah semua orang beriman (2 November), setiap orang Katolik memperoleh indulgensi yang penuh bagi orang yang sudah meninggal.

Caranya: mengunjungi makam atau mendoakan arwah dari tanggal 1 – 8 November. Indulgensi artinya kelunakan hati, kelembutan hati, kemurahan hati, pengampunan dan pembebasan. Indulgensi itu akan dikaruniakan Tuhan kepada saudara-saudara kita yang didoakan.

Namun jika ternyata mereka yang kita doakan itu sudah naik surga, maka rahmat tersebut akan dilimpahkan kepada kita. Mendoakan orang yang sudah meninggal tidaklah sia-sia. Tradisi mendoakan  arwah orang beriman ini berasal dari St. Odilo (962 – 1048)  dari biara Cluny.

Peringatan ini dimaksudkan untuk meringankan penderitaan mereka yang sudah meninggal dunia,  tetapi belum masuk ke surga, melainkan masih di Api Penyucian.

Sudah layak dan sepantasnyalah kita mendoakan saudara-saudari kita yang sudah meninggal dunia.

Kita yang sementara mengembara di dunia ini sebagai  gereja yang sedang berjuang – church militant atau  ecclesia militans, “Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef 6: 12).

Para kaum beriman yang masih hidup  berkewajiban”  membantu saudara-saudara  yang masih menderita penuh harap – untuk diselamatkan –  di Api Penyucian atau Purgatorium.

Mereka itu adalah Gereja yang  Berharap, church expectant  diselamatkan dengan doa-doa kita. Dan dari semuanya itu, kita mensyukuri atas mereka yang sudah bahagia di surga, church triumphant atauecclesia triumphans – Gereja yang jaya. Mereka akan mendoakan kita yang masih berjuang di dunia ini.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini