SBY Dapat Rapor Merah Untuk 10 Bidang Ini

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia

Floresa.co – Selama 10 tahun kepemimpinannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai membuat banyak pencapaian, termasuk dalam kebijakan luar negeri. Namun, sejumlah organisasi lembaga swadaya masyarakat mencatat ada sepuluh nilai merah dalam rapor SBY. Hal ini sekaligus menjadi masukan kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memperbaikinya pada masa mendatang.

Seperti dikutip dari Harian Kompas, 13 Oktober 2014, ada 10 nilai merah dalam 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Berikut 10 nilai merah tersebut:

1. Gagal melindungi buruh migran
2. Pemenuhan pangan bergantung impor
3. Eksploitasi berbasis eksploitasi sumber daya alam
4. Investasi lebih berpihak pada korporasi ketimbang publik
5. Diplomasi perubahan iklim yang minim implementasi di dalam negeri
6. Ekstraktif industri dan tunduknya negara terhadap korporasi raksasa dan multinasional meliputi wilayah hutan dan usaha perkebunan
7. Transparansi dan akuntabilitas sektor sumber daya alam dan ekstraktif masih jauh dari harapan
8. Ketiadaan komitmen pemerintah dalam mendorong penghormatan standar hak asasi manudia dan perlindungan buruh anak pada rantai pasokan barang dan jasa
9. Tidak mampu menangani pelarian dan penghindaran pajak
10. Diplomasi kerja sama ekonomi yang semakin mendorong liberalisasi dan merugikan petani, nelayan, buruh, perempuan, dan usaha rakyat kecil.

Forum Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Luar Negeri (ICFP) mencatat, selama 10 tahun kepemimpinan SBY, Indonesia sangat aktif mengikuti berbagai forum kerja sama internasional. Namun, Manajer Pengelolaan Pengetahuan dan Jaringan Walhi Irhas Ahmady menilai keterlibatan Indonesia belum mampu memenangkan kepentingan nasional.

Ratifikasi konvensi internasional dan kebijakan luar negeri yang dibuat SBY justru sebagian membawa kerugian bagi Indonesia, baik dari sisi kerja sama ekonomi, politik, maupun penegakan hak asasi manusia.

”SBY pernah berjanji akan menurunkan emisi karbon menjadi 20 persen. Tetapi, deforestasi hutan terus berjalan, antara lain dengan mengeluarkan 20 izin konversi hutan alam di Provinsi Riau,” kata Irhas, Minggu (12/10/2014), di Jakarta.

Dalam hal perlindungan tenaga kerja Indonesia, SBY banyak meratifikasi konvensi internasional, di antaranya Undang-Undang No 6 Tahun 2012 tentang Perlindungan Buruh Migran. Namun, ratifikasi itu belum menyentuh esensi permasalahan.

Selama 10 tahun ini, ada tiga tenaga kerja wanita yang dieksekusi hukuman mati, yaitu Yanti Iriayanti, Agus Damnsiri, dan Ruyati. Mereka dihukum mati tanpa ada pembelaan hukum dari pihak Indonesia.

”Masih ada 23 tenaga kerja yang sudah divonis tetap hukuman mati dan 265 yang terancam hukuman mati. Mereka mayoritas tenaga kerja di Arab Saudi,” ujar Wahyu Susilo, Analis Migrant Care.

Agus Budiono dari Publish What You Pay (PWYP) menambahkan, banyak ironi yang ditunjukkan SBY selama 10 tahun pemerintahannya. Puncaknya, adalah sikap Partai Demokrat yang melancarkan aksi walk out sehingga RUU Pemilihan Kepala Daerah yang menghapus pilkada langsung bisa disetujui di DPR.

”Di New York, SBY banyak berbicara mengenai hak sipil dan open government, kenyataannya di Indonesia masih jauh dari harapan,” kata Agus.

Pemerintah terus berjuang

Sementara itu, pemerintah merasa penilaian itu tidak benar. Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, misalnya, mengatakan, pemerintah selalu berjuang untuk menyelamatkan TKI yang terjerat hukuman mati.

Menurut dia, ada banyak TKI yang berhasil dibebaskan dari hukuman mati, baik di Arab Saudi, Malaysia, maupun di Republik Rakyat Tiongkok.

”Mereka yang saat ini menunggu hukuman mati tidak kemudian diartikan pemerintah berdiam diri. Justru sebaliknya, pemerintah terus memperjuangkan perubahan status hukuman mati mereka,” kata Faizasyah.

Menurut Faizasyah, upaya keras pemerintah untuk membebaskan TKI dilakukan tanpa banyak publikasi. Ia juga pernah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima keluarga TKI yang terancam hukuman mati.

”Keluarganya mengakui bahwa anak mereka telah melakukan pembunuhan keji dan pasrah atas nasib anak mereka. Namun, Presiden tetap mengupayakan pembebasan semaksimal mungkin, termasuk menyurati Raja Arab Saudi dan gubernur yang memiliki yurisdiksi atas kasus hukum itu,” katanya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini