Jengkalang: Antara Tempat Bersejarah dan Pantai yang Mempesona

Ruteng, Floresa.co – Minggu (20/7/2014), saya memulai perjalanan dari Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai menuju salah satu pantai di bagian utara, di Kecamatan Reok.

Sekitar dua jam, saya mengenderai sepeda motor menuju daerah ini.

Satu kilometer sebelum memasuki kota kecil Reo, saya sudah merasakan perbedaan suhu, dari dingin ke hangat, hingga panas.

Rasa lapar dan haus pun menggerogoti raga saya.

Saya pun memutuskan untuk makan siang di sebuah warung kecil.

Sembari makan, saya bertanya-tanya pada pemilik warung itu: Di manakah letak pantai Jengkalang? Berapa jam menuju ke pantai itu?

Memang, Jengkalang-lah yang hendak saya tujuh Minggu itu.

Pemilik warung makan itu pun memberi penjelasan. Katanya, pantai Jengkalang berada di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok.

Dari Reo, saya harus menuju ke arah barat, sekitar 15 menit dengan sepeda motor. Begitulah penjelasan yang saya terima.

Saya pun melanjutkan perjalanan, sesuai arahan pemilik warung yang enggan menyebutkan namanya.

Sebelum memasuki pantai Jengkalang, saya melihat pelabuhan. Setelah menanyai warga ternyata itu merupakan pelabuhan kapal Torong Besi.

Berhenti selama lima menit di pelabuhan itu, saya menyaksikan para buruh kapal menurunkan muatan.

Suasana pelabuhan yang sangat bersih membuat saya begitu menikmati suasananya di situ.

Namun, pikiran saya tetap belum merasa puas, jika belum menginjakkan kaki di pantai Jengkalang.

Perjalanan ke barat selama 5 menit, membuat saya akhirnya tiba di tempat itu: Jengkalang.

Nama kampung ini memang termasuk salah sau dari tempat penting di Manggarai, terutama karena perannya dalam sejarah Gereja Katolik, dimana 5 umat pertama dibabtis di sini, pada 1912 silam.

Di sana, saya bertemu dengan bapak Sirilus Andara (62), seorang warga Jengkalang.

Ia menemani saya menyaksikan pemandangan pantai, dengan hamparan pasir putih yang sangat menakjubkan mata.

Hati saya terasa legah dan sangat bahagia.

Bapak Sirilus menceritakan banyak hal tentang kampung dan pantai itu, termasuk tentang 5 orang yang dibabtis pertama kali.

Kata dia, hal itu sudah diakui umat katolik di Keuskupan Ruteng, beserta petinggi Gereja.

Mereka yang dipermandikan lebih dari 100 tahun lalu itu antara lain Hendricus Andara, Agnes Aminah, Helena Luku, Sisilia Welu, dan Katarina Arbero. Mereka dibaptis oleh Pastor Hendricus Looijmaas.

“Saya adalah anak dari bapak Hendricus Andara. Sehingga cerita ini saya tau dari bapak saya,” ungkap Sirilus.

Ia pun memberitahu saya kuburan ke-5 orang ini yang letaknya tepat di pantai Jengkalang.

Kata ayah 4 anak itu, Keuskupan Ruteng sudah berjanji akan membangun gereja bersejarah sekaligus tempat wisata religi di sini.

Namun, kata dia, hal ini, masih memiliki kendala, berhubung pihak keuskupan tidak lagi melanjutkan pembangunan gereja di tempat ini, meski peletakan batu pertama dilakukan pada 2012 oleh Uskup Ruteng Mgr Huber Leteng.

Sirilius masih terus berharap, gereja bisa menepati janjinya.

Jengkalang, tidak hanya menarik karena sejarahnya, tetapi juga, panorama pantainya yang sangat mempesona.

Tempat itu bisa dipastikan akan memikat hati para wisatawan di kemudian hari, apalagi bila rencana pihak keuskupan menjadikan daerah ini sebagai salah satu tempat wisata religi terwujud.

Setelah perbicangan dengan Bapak Sirilus di pantai itu usai, saya pun pamit kembali ke kota Ruteng.

spot_img

Artikel Terkini